potret dua fisikawan Louis Slotin dan Harry K. Daghlian Jr. selama Tes Trinity (commons.wikimedia.org/Los Alamos Archive)
Kamu pasti tahu, tentang bom nuklir yang melanda Jepang pada Perang Dunia II. Namun, tahukah kamu bahwa inti nuklir yang dikembangkan untuk bom tersebut menimbulkan masalah besar, bahkan setelah perang berakhir? Seperti yang dijelaskan oleh Science Alert, selain dua inti nuklir pada bom yang dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki, inti ketiga juga telah disiapkan, tapi Jepang sudah menyerah sebelum inti ini digunakan. Sehingga inti tersebut diubah menjadi alat bagi para peneliti Proyek Manhattan yang tertarik pada eksperimen radiasi berisiko tinggi.
Melansir American Physical Society, pada Agustus 1945, Harry K. Daghlian Jr., seorang fisikawan Amerika di Proyek Manhattan, melakukan percobaan sendiri di laboratorium. Inti atom ini dia kelilingi dengan batu tungsten carbide (logam yang sangat kuat dan tahan panas). Hal ini dimaksudkan untuk memantulkan neutron kembali ke inti, sehingga mendorongnya mendekati kritis.
Namun, Daghlian secara tidak sengaja menjatuhkan salah satu batu tungsten carbide ini ke inti atom yang menjadi dan membuat Daghlian terpapar cahaya biru dari reaksi yang mematikan. Kejadian ini tidak terjadi satu kali. Kurang dari setahun kemudian, pada Mei 1946, Louis Slotin melakukan pengujian serupa. Ia hampir sepenuhnya melindungi inti dengan sepasang bola berilium yang dipisahkan hanya dengan obeng. Obengnya tergelincir dan bagian inti menjadi kritis.
Baik Daghlian maupun Slotin terpapar dosis radiasi yang mematikan. Mereka menderita lepuh dan luka bakar yang ekstrem, gangrene (jaringan mati pada kulit), dan seluruh bagian kulit terkelupas. Inti tersebut dijuluki Inti Iblis, dan setelah itu, eksperimen kekritisan tidak lagi dilakukan secara langsung di Los Alamos.