Dimulai dengan interpretasi metaforis yang sering muncul dalam kisah-kisah para nabi dalam Alkitab atau Al-Qur'an, teori pra-psikologi ini masih populer sampai hari ini. Teori ini dikenal sebagai teori tafsir mimpi dan sudah diterima secara universal. Sebuah contoh awal dari praktik tafsir mimpi yang terdokumentasi adalah dari Kerajaan Babilonia.
Di dalam Kitab Daniel, ada anekdot yang sangat bagus tentang budaya mimpi di Babilonia. Di sana, disebutkan kalau para penyihir dan peramal dapat disewa untuk melakukan penafsiran mimpi. Sedangkan di Tiongkok kuno, mimpi dianggap sebagai evaluasi dari realitas dan identitas kita.
Salah satu kisah terkenal adalah kisah Zhuang Zhou yang bermimpi terbang sebagai kupu-kupu tetapi mendapati dirinya menjadi manusia ketika ia bangun. Apakah Zhuang bermimpi menjadi kupu-kupu atau seeokor kupu-kupu bermimpi menjadi Chuang? Orang Tiongkok sendiri kurang menganggap mimpi sebagai identifikasi simbolisme dan lebih sebagai eksplorasi filosofis.
Oleh karena itu, Freud masuk ke dalam wacana tafsir mimpi dan mulai mengeksplorasi tema simbolisme. Dalam bukunya, The Interpretation of Dreams, Freud menguraikan berbagai cara tentang bagaimana mimpi berfungsi sebagai fantasi pemenuhan harapan yang terdistorsi melalui kondisi mental yang tidak relevan.
Saat ini, para ilmuwan percaya pada beberapa teori untuk bermimpi, termasuk konsolidasi memori, pemecahan masalah, dan aktivitas otak acak. Namun, sebagian besar orang masih memakai teori Freud tentang tafsir mimpi.
Penelitian menunjukkan kalau orang Amerika kemungkinan besar akan melewatkan sebuah penerbangan jika mereka bermimpi mengalami kecelakaan pesawat pada malam sebelumnya, seperti halnya jika mereka melihat sebuah berita tentang kecelakaan pesawat pada rute perjalanan mereka sebelum berangkat.