Selain perjodohan, Kode Hammurabi juga mengatur tentang perzinahan. Pada saat itu, perzinahan dianggap sebagai sebuah kejahatan besar yang berakibat hukuman mati. Jika seorang wanita ketahuan berselingkuh, dia dan selingkuhannya bisa saja dibuang ke sungai atau disula.
Namun, jika sang suami memaafkan istrinya maka dia bisa kembali bersamanya. Dalam kasus tersebut, selingkuhannya juga akan dimaafkan, karena baik istri maupun selingkuhannya harus berbagi nasib yang sama.
Dalam buku The Oxford Handbook of Roman Law and Society, dijelaskan kalau masyarakat Romawi kuno juga menegakkan hukum yang nyaris serupa dengan Kode Hammurabi, di mana seorang wanita yang tertangkap basah melakukan perzinahan akan dibunuh.
Namun menurut Hukum Julian, pihak yang memutuskan hukuman tersebut adalah ayah sang wanita, bukan suaminya. Sekali lagi, wanita dan selingkuhannya harus berbagi nasib yang sama. Sedangkan bagi orang Athena kuno, perzinaan adalah pelanggaran serius yang dianggap sebagai penghinaan terhadap masyarakat.
Bahkan, sebuah undang-undang yang dikeluarkan oleh petinggi Athena pada tahun 621 SM mengizinkan untuk mengeksekusi pelaku perzinahan. Namun, hukuman ini semakin berkurang menjelang abad ke-5 SM dan pada akhirnya diganti menjadi denda atau penghinaan publik.