Praktik atau ritual keagamaan di seluruh dunia bisa bermacam-macam. Caranya pun ada yang rumit. Penganut suatu kepercayaan tertentu biasanya punya perintah dan larangannya tersendiri, seperti bagaimana cara berpakaian yang baik, makanan yang boleh atau tidak boleh dimakan, bahasa yang digunakan dalam beribadah, dan bagaimana cara berinteraksi dengan orang-orang di luar kelompok keyakinan mereka. Selain itu, suatu kepercayaan umumnya akan mempertimbangkan dan memperdebatkan secara mendalam tentang sesuatu yang tersirat dari sebuah kitab suci dan bagaimana hal itu harus menjadi pedoman bagi kehidupan umatnya sehari-hari. Namun, ada juga, nih, praktik keagamaan yang melibatkan hewan tertentu dalam peribadatan mereka.
Yap, kamu gak salah dengar. Sebenarnya ada praktik keagamaan yang bisa dibilang agak unik bagi sebagian orang, seperti praktik memegang ular. Praktik memegang ular ini ada di Amerika. Biasanya, ini dipraktikkan di gereja-gereja Appalachia, khususnya di pedesaan yang terkait dengan Kristen Pentakosta dan denominasi Protestan karismatik. Bahkan, hingga kini, beberapa gereja kecil masih menjalankan praktik tersebut sebagai pengabdian kepada Tuhan, termasuk minum racun ular dan berbicara dalam bahasa yang tidak dikenal.
Hal ini juga bukanlah praktik baru. Praktik memegang ular muncul pada awal abad ke-20. Ia didasari pada ayat-ayat di Alkitab yang mengatakan bahwa orang beriman mampu memegang ular dan minum racunnya, tetapi tidak terluka sedikit pun. Dalam konteks keagamaan lain, praktik ini sudah dijalankan lebih lama lagi. Nah, berikut ini kita akan membahas sejarah memegang ular yang sering kali berujung dramatis dan berbahaya dalam keagamaan. Simak sampai akhir agar kamu bisa mengetahui secara lengkap sejarah praktik yang kontroversial ini.