pertandingan basket antara Golden State Warriors dan LA Lakers (instagram.com/warriors)
Thompson menyoroti bahwa persaingan dalam sistem olahraga di Amerika Serikat bukanlah antarklub, tetapi lebih terasa antarpemain atau atlet. Pemain dituntut memberikan performa terbaik agar bisa mentas dari Amateur Athletic Association (AAA) dan bermain di liga profesional. Sebelum ada komersialisasi, aspek inilah yang menjadi esensi dalam sebuah kompetisi olahraga.
Persaingan di level pemain yang awalnya fokus pada performa perlahan terdampak pula oleh pasar bebas. Seperti yang disoroti Kevin Clark tulisannya yang berjudul 'Welcome to College Football’s Free Market' di The Ringer, performa dan popularitas pemain secara alamiah bekerja bak magnet bagi perusahaan-perusahaan komersial untuk melancarkan strategi-strategi pemasaran.
Selama ini Amerika Serikat melarang atlet yang terafiliasi dengan universitas untuk melakukan monetisasi terhadap nama dan citranya. Namun, kebijakan tersebut dicabut oleh The National Collegiate Athletic Association (NCAA). Dengan perubahan ini, bukan tidak mungkin ke depannya olahraga Amerika Serikat akan diwarnai kompetisi sponsorship.
Kebijakan tersebut masih jadi perdebatan di Amerika Serikat. Di sisi lain, ia bisa mengancam moral dan sportivitas atlet-atlet kampus yang masih merintis karier. Namun, di sisi lain memberikan kesempatan bagi mereka untuk bisa membiayai hidup dan pendidikannya.
Regulasi yang condong sosialis dalam sistem olahraga Amerika Serikat ini tidak selamanya dilihat sebagai satu hal yang positif. Meski terbukti memberikan kesempatan yang luas untuk semua kalangan serta mengurangi risiko komersialisasi berlebihan, ia membuat turnamen olahraga di Amerika terasa kurang kompetitif.