Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
mobil F1 Ferrari
potret mobil F1 Ferrari (pexels.com/Adriaan Greyling)

Intinya sih...

  • Harapan Felipe Massa meraih juara dunia pembalap F1 2008 pupus dalam hitungan detik

  • Skandal Crashgate mengubah peta persaingan Felipe Massa dan Lewis Hamilton

  • Felipe Massa tempuh jalur hukum usai wawancara kontroversial Bernie Ecclestone pada 2023

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Formula 1 2008 menyuguhkan salah satu pertarungan perebutan gelar juara dunia pembalap paling intens sekaligus kontroversial dalam sejarah motorsport. Lewis Hamilton, pembalap muda berbakat dari McLaren, berhadapan langsung dengan Felipe Massa, driver andalan Ferrari saat itu, dalam persaingan penuh ketegangan. Sejak awal musim, rivalitas keduanya sudah mengisyaratkan sebuah penutup musim yang dramatis di dunia balap jet darat.

Tragedi dan kontroversi yang menyelimuti musim itu membuat hasilnya dipertanyakan selama bertahun-tahun akibat skandal Crashgate di Grand Prix Singapura. Kisah pertarungan gelar juara ini kemudian berlanjut ke pengadilan dengan Massa mengajukan gugatan hukum atas tuduhan konspirasi yang merugikannya dari mahkota juara dunia. Seluruh rangkaian peristiwa ini telah membuka kembali luka lama mengenai integritas olahraga dan keadilan yang seharusnya ditegakkan di ajang balap paling bergengsi di dunia.

1. Harapan Felipe Massa meraih juara dunia pembalap F1 2008 pupus dalam hitungan detik

Formula 1 2008 menghadirkan persaingan yang tak kalah dramatis antara dua tim legendaris, McLaren dan Ferrari. Di balik keseruan adu strategi, perebutan gelar juara dunia pembalap antara Lewis Hamilton dan Felipe Massa menjadi tontonan yang menggugah emosi. Keduanya tampil konsisten sepanjang musim. Meski tidak seintens duel Hamilton versus Max Verstappen pada 2021, tensi rivalitas mereka memuncak hingga lap terakhir musim. Massa, andalan Ferrari saat itu, tampil impresif pada fase-fase krusial dan membawa harapan besar bagi publik Brasil.

GP Brasil di Sirkuit Interlagos menjadi panggung penentuan segalanya. Balapan berlangsung di bawah cuaca yang sulit diprediksi, yang memaksa tiap tim berpikir cepat dalam menyusun strategi ban dan pit stop. Massa memimpin di hadapan puluhan ribu pendukung tuan rumah dengan kendali penuh, yang menciptakan euforia luar biasa di tribun. Hujan yang turun menjelang akhir lomba menambah lapisan ketegangan baru, yang menjadikan tiap tikungan sebagai pertaruhan antara kemenangan dan kehilangan.

Massa melintasi garis finis dengan keunggulan 13 detik atas pesaing terdekatnya, sebuah kemenangan dominan yang tampak mengantarnya menuju gelar juara dunia. Sorak-sorai memenuhi Interlagos, seolah Brasil baru saja melahirkan juara dunia baru. Namun, kebahagiaan itu hanya bertahan selama 38 detik.

Pada saat yang bersamaan, Hamilton yang sempat tertahan di posisi keenam melakukan manuver krusial di tiga tikungan terakhir. Ia menyalip Timo Glock, yang kesulitan menjaga grip pada lintasan basah. Aksinya itu mengangkat Hamilton ke posisi kelima, cukup untuk mengumpulkan poin yang dibutuhkan untuk merebut gelar juara dunia dari tangan Massa dengan selisih hanya satu angka. Bagi Hamilton, itu adalah klimaks dari kerja keras dan ketenangan luar biasa, sementara bagi Massa dan Ferrari, itu menjadi tragedi nahas yang terjadi dalam hitungan detik.

2. Skandal Crashgate mengubah peta persaingan Felipe Massa dan Lewis Hamilton

Sebelum kisah pilu di Interlagos, musim 2008 sudah lebih dulu diwarnai peristiwa yang mencoreng integritas kompetisi dengan skandal Crashgate di GP Singapura. Pada malam yang seharusnya menjadi momen penting bagi Formula 1, ketika untuk pertama kalinya mereka menggelar balapan malam hari, drama kelam justru terjadi. Nelson Piquet Jr, pembalap Renault, mengaku mendapat instruksi dari timnya untuk sengaja menabrakkan mobil di tikungan 17 pada lap ke-14. Benturan itu memicu keluarnya safety car dan mengubah jalannya balapan secara drastis.

Keputusan yang tampak teknis di layar televisi ternyata menyimpan manipulasi yang terencana. Safety car memberi keuntungan besar bagi rekan setim Piquet, Fernando Alonso, yang sudah melakukan pit stop lebih awal. Dalam kondisi yang tiba-tiba berpihak, Alonso melesat dari posisi start ke-15 hingga mengakhiri balapan dengan kemenangan. Publik kemudian menyadari malam penuh cahaya di Singapura itu menyembunyikan sisi gelap F1.

Di sisi lain lintasan, Felipe Massa menjadi korban langsung dari kekacauan tersebut. Ia yang memimpin balapan sejak awal dan tampak yakin dengan kecepatan mobilnya, tetapi nasib berbalik seketika. Saat Safety Car keluar, timnya menginstruksikan pit stop darurat dan malah terjadi kesalahan fatal dengan Massa meninggalkan pit saat selang bahan bakar masih menempel. Dalam kepanikan, ia kehilangan waktu berharga, terpaksa kembali ke pit, terjun ke posisi ke-13, dan menyelesaikan balapan yang seharusnya bisa ia menangi dengan tangan hampa.

Bagi Massa, malam itu lebih dari sekadar kekalahan. Ia kehilangan sesuatu yang jauh lebih berharga mengenai integritas balapan yang seharusnya ditentukan keberanian dan kecepatan, bukan tipu daya dan kebohongan. Sementara itu, Lewis Hamilton yang finis ketiga memperlebar jarak poin menjadi tujuh, langkah kecil yang menentukan dalam perebutan gelar juara dunia.

Kebenaran akhirnya terungkap setahun kemudian, setelah Nelson Piquet Jr didepak dari Renault dan membeberkan perintah yang ia terima. Sontak, dunia balap pun terhenyak. Flavio Briatore dan Pat Symonds, dua sosok penting di balik keputusan itu, dijatuhi sanksi berat. Namun, bagi Massa, keadilan yang datang terlambat tetap tak bisa mengembalikan apa yang hilang malam itu, yakni kesempatan, keyakinan, dan mungkin gelar juara dunia.

3. Felipe Massa tempuh jalur hukum usai wawancara kontroversial Bernie Ecclestone pada 2023

Bertahun-tahun setelah 2008 berlalu, Felipe Massa mungkin sudah belajar berdamai dengan cerita kelam itu. Namun, kisah itu kembali ke permukaan ketika Bernie Ecclestone, sosok paling berpengaruh di balik Formula 1 selama puluhan tahun, membuka kembali rahasia lama yang seharusnya terkubur. Dalam sebuah wawancara pada 2023, Ecclestone mengaku, ia dan Presiden Federation Internationale de l'Automobile (FIA) saat itu, Max Mosley, sebenarnya sudah mengetahui rekayasa Crashgate sejak 2008, tetapi memilih bungkam demi menjaga reputasi olahraga. 

Bagi Massa, pengakuan tersebut bukan sekadar kabar mengejutkan. Ia seperti mendengar kembali gema ketidakadilan yang dulu merenggut mimpinya. Dirinya pun memutuskan untuk melawan dengan membawa perkara itu ke pengadilan. Gugatan hukum diajukan terhadap Formula 1, FIA, dan Bernie Ecclestone sendiri.

Di dalamnya, tertuang tuduhan adanya konspirasi yang sengaja ditutup-tutupi demi kepentingan citra. Massa menuntut dua hal, terdiri dari pengakuan moral, ia seharusnya menjadi juara dunia pembalap 2008 dan kompensasi finansial atas segala kerugian yang ia alami, mulai dari pendapatan, sponsor, hingga kesempatan yang tak pernah datang lagi. Dilansir BBC, tim kuasa hukumnya mengajukan gugatan mencapai 64 juta pound sterling atau setara Rp1,404 triliun dengan tujuan nama baiknya bisa dipulihkan.

Namun, perjuangan Massa tak pernah dimaksudkan untuk menjatuhkan Lewis Hamilton, apalagi soal uang. Ia tidak meminta gelar lawannya dicabut, tidak pula ingin menghapus sejarah. Ia hanya menuntut keadilan untuk sesuatu yang pernah dirampas darinya dengan mengakui jika mereka pernah gagal menjaga sportivitas yang seharusnya menjadi jiwa Formula 1.

Langkah hukum Felipe Massa menjadi babak baru yang menentukan dalam kisah kelam Formula 1 2008, musim yang hingga kini masih menyisakan luka dan perdebatan. Proses ini bukan sekadar soal siapa yang benar atau salah, melainkan agar para pengambil keputusan di F1 berani mengakui kekeliruan mereka dan memulihkan nilai kejujuran dalam olahraga ini.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team