Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al-Than memberikan jubah atau bisht pada Messi di final Piala Dunia 2022 (instagram.com/afaseleccion)
Kasus sportswashing sudah terjadi sejak sepak bola modern bergulir. Entitas pertama yang menggunakannya adalah rezim Nazi. Sebelum Adolf Hitler naik takhta, Berlin sudah ditetapkan sebagai penyelenggara Olimpiade 1936. Pada 1934, Hitler dan Nazi menguasai Jerman dan dunia sempat ragu tentang isu ini. Namun, melansir NPR, Hitler dan menteri Goebbels melihat acara olahraga ini sebagai tempat strategis untuk mengampanyekan nilai-nilai yang mereka anut, terutama untuk menggalang dukungan dari rakyat mereka sendiri.
Saat itu Hitler belum melakukan invasi ke negara lain dan melakukan pembantaian massal, tetapi desas-desus tentang perlakuan diskriminatifnya terhadap warga Yahudi sudah terdengar. Ditambah dengan fakta bahwa ia menjalankan pemerintahan diktator. Beberapa pihak sudah menyuarakan ide-ide pemboikotan, tetapi akhirnya Olimpiade 1936 tetap diselenggarakan di Jerman.
Rentang beberapa dekade setelahnya, giliran junta militer Argentina yang memanfaatkan Piala Dunia 1978 untuk menciptakan kesan positif terhadap pemerintahan mereka serta mendistraksi pemberitaan negatif tentang upaya "pembersihan" kelompok sayap kiri. Begitu pula dengan China yang juga menyelenggarakan Olimpiade 2008 di tengah dugaan pelanggaraan HAM di Xinjiang dan Tibet.
Kasus yang paling baru adalah Rusia dan Qatar. Keduanya didapuk jadi tuan rumah Piala Dunia 2018 dan 2022. Sejumlah pihak menganggap pemerintah diktator di dua negara tersebut berusaha menjadikan turnamen sepak bola akbar tersebut sebagai cara untuk memperbaiki citra dan mendistraksi publik akan upaya kelompok pembela HAM menyuarakan kasus-kasus pelanggaran moral oleh otoritas setempat.
Contoh lain yang juga dianggap sebagai sportswashing adalah tren akuisisi klub elite Eropa oleh investor asal negara-negara Timur Tengah. Selama ini, negara-negara tersebut sering dituding melakukan pelanggaran HAM. Dengan akuisisi tersebut, mereka seakan mencari pembenaran dan melakukan upaya normalisasi hubungan dengan publik Barat.