Jody Scheckter (kanan) saat memberikan Pole Position Award kepada Charles Leclerc di GP Italia pada 2019. (twitter.com/F1)
Lewis Hamilton sebenarnya hampir saja dapat mewujudkan mimpinya mengaspal di Afrika. Namun, negosiasi untuk menggelar balapan di Sirkuit Kyalami gagal karena ketidaksesuaian politik dan personal. Otoritas Formula 1 saat itu tidak mendukung penyelenggaraan balapan di Afrika Selatan karena hubungan politik negara tersebut dengan Rusia yang menginvasi Ukraina pada 2022.
Selain itu, penyelenggara Sirkuit Kyalami juga dianggap serakah dan menuntut bayaran yang lebih tinggi dari yang disepakati sebelumnya. Berdasarkan laporan Planet F1, mantan pembalap juara dunia Formula 1 asal Afrika Selatan, Jody Scheckter, pada 2022 telah bernegosiasi untuk menggelar GP Afrika Selatan melalui keponakannya. Setelah awalnya menyelesaikan kesepakatan sebesar 500 ribu dolar AS (Rp7,7 miliar), pihak penyelenggara tiba-tiba meminta 2 juta dolar AS (Rp30.9 miliar) dan menginginkan kendali penuh atas balapan.
Meskipun belum ada kepastian apakah GP Afrika Selatan akan kembali ke kalender Formula 1, hal ini tidak akan mudah. Formula 1 harus memperoleh persetujuan dari pemerintah Afrika Selatan jika ingin mengadakan balapan di negara tersebut. Selain itu, Sirkuit Kyalami harus direnovasi terlebih dahulu agar memenuhi standar Formula 1, di mana hal tersebut membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit.
Selain ambisinya untuk meraih gelar juara dunia kedelapan, Lewis Hamilton juga memiliki mimpi untuk membalap di Afrika. Mimpi ini tidak hanya penting baginya secara pribadi, tetapi juga penting bagi komunitas Formula 1 secara keseluruhan. Hanya waktu yang akan menjawab apakah mimpi Hamilton akan terwujud sebelum ia gantung helm atau tidak.