Sebelum insiden deportasi terjadi, Rosi mengaku sempat menerima pesan singkat via WhatsApp dari Ketua Umum PPKBI. Dalam pesan tersebut, Rosi diinstruksikan untuk tidak menampakkan diri di venue pertandingan.
"Aku hanya dapat WA dari Ketua Umum, 'Mbak Rosi jangan datang ke venue'. Sudah, itu saja," ungkap Rosi.
Namun, Rosi menafsirkan instruksi tersebut secara harfiah. Ia beranggapan larangan itu hanya berlaku untuk arena pertandingan, bukan untuk tempat atlet menginap. Mengingat lokasi venue dan hotel berjauhan, Rosi merasa tidak melanggar imbauan. Apes, Rosi justru mendapat petaka meski hanya memenuhi kebutuhan anak-anak asuhnya.
Rosi juga membantah kalau kepergiannya ke Thailand disebut ilegal atau tanpa sepengetahuan federasi. Menurutnya, izin keberangkatan dari Sekretariat Negara (Setneg) tidak mungkin keluar jika tidak ada proposal yang ditandatangani oleh Ketua Umum PPKBI.
"Kenapa saya tetap datang? Karena saya tidak merasa bersalah. Satu, tidak merasa bersalah. Iya kena suspend, mana suratnya saya kena suspend tuh? Dan tidak boleh apa, tidak boleh apa tuh mana buktinya? Nah, saya baru dapat tuh belakangan itu, ternyata suratnya itu, itu katanya yang terakhir yang tanggal 27 November. Itu disebutkan dosa-dosa saya semuanya. Tapi saya tidak menerima itu dosa-dosa saya, karena itu juga ada sangkut pautnya kesalahan PPKBI. Kalau saya berangkat tanpa izin PPKBI, mana mungkin negara mengeluarkan duit? Dan besar lagi. Mana mungkin coba Kantor Kemenpora mengeluarkan duit? Kalau saya juga pergi tanpa seizin Ketua Umum, apa bisa izin Setneg itu keluar? Enggak bisa," kata Rosi.