Memasuki abad ke‑20, aura keanggunan biliar sempat memudar. Maraknya tempat biliar di kawasan pekerja yang identik dengan perjudian, alkohol, dan musik keras, menciptakan stigma baru bahwa biliar hanyalah hiburan murah nan liar. Dampaknya, kalangan kelas atas menarik diri dan permainan ini mulai kehilangan pamor elite yang telah lama melekat.
Dua film Hollywood kemudian mengubah arus. The Hustler (1961) menyorot sisi gelap praktik penipuan dalam biliar, tetapi justru memicu pembukaan ruang biliar baru di seluruh Amerika Serikat. Selain itu, The Color of Money (1986) menghidupkan kembali ketertarikan publik kelas menengah menyaksikan Paul Newman dan Tom Cruise bertarung di meja biliar. Usai rilis film, lahir gelombang ruang biliar premium yang menolak kesan kumuh, lengkap dengan lounge yang nyaman dan peralatan berstandar turnamen.
Pada dekade terakhir, status biliar kembali naik berkat turnamen internasional bergengsi seperti World Pool Championship, U.S Open 9‑Ball, dan Mosconi Cup yang disiarkan daring. Teknologi pelatihan digital, desain meja bergaya minimal‑lux, serta komunitas global via streaming menghadirkan wajah baru yang modern, namun, tetap glamor. Dengan begitu, biliar sukses merebut kembali reputasinya sebagai olahraga penuh gaya sekaligus kompetitif.
Biliar yang berawal dari ruang istana kemudian berkelana melewati periode dekadensi, kini kembali berdiri sebagai lambang prestise. Evolusi material, ruang, dan narasi budaya membuktikan aristokrasi bukan hanya latar sejarah biliar, melainkan menjadi salah satu pilar identitas sosialita hingga hari ini.