Saat ini, konsep pay driver sangat kontroversial di kalangan penggemar Formula 1. Alasannya, ada banyak pembalap yang berpartisipasi dalam kejuaraan itu dengan kemampuan yang dianggap tidak layak. Nikita Mazepin, misalnya, yang bergabung dengan Haas pada 2021.
Debut Nikita Mazepin didukung sponsor perusahaan kimia Sang Ayah, Uralkali. Debut itu terjadi setelah ia hanya finis kelima dalam Formula 2. Bahkan, Mazepin lebih lambat dari rekan setimnya dalam tiap sesi kualifikasi Formula 1 2021.
Meski sangat kontroversial, pay driver Formula 1 saat ini makin jarang ditemukan. Alasannya, ada penerapan lisensi super Federasi Otomotif Internasional (FIA). Selain itu, kejuaraan ini juga mengalami booming komersial.
Dalam lisensi super FIA, pembalap harus mengumpulkan 40 poin sebelum bisa berpartisipasi di Formula 1. Poin itu diperoleh berdasarkan posisi finis dalam kategori balap lain. Jadi, ada standar yang membuat tidak sembarang pembalap bisa berpartisipasi di kejuaraan itu.
Semenjak awal 2020-an, popularitas Formula 1 meningkat. Hasilnya, nilai semua tim ikut meningkat. Jadi, kondisi keuangan dalam Formula 1 lebih baik daripada sebelumnya sehingga tidak lagi membutuhkan pay driver.
"Dulu, ada tim yang secara finansial tidak stabil. Sekarang, kita memiliki sepuluh tim yang sangat solid di sini, jadi tidak ada yang perlu bergantung kepada pay driver saat ini karena Formula 1 berada dalam posisi yang sangat baik," jelas Guenther Steiner, mantan kepala Haas, dilansir Autosport.