Selama kariernya, Rossi memiliki banyak pesaing yang kerap membuatnya kesulitan di MotoGP. Di awal karier, Rossi berkompetisi dengan Loris Capirossi dan Max Biaggi. Bahkan, trio Rossi, Biaggi, dan Capirossi disebut sebagai three musketeers oleh media Italia saat itu.
Selepas era Biaggi dan Capirossi usai, Rossi menemukan sosok pesaing dalam diri Sete Gibernau. Pembalap asal Spanyol itu jadi pesaing ketat Rossi ketika dia membalap di musim terakhir bersama Honda, plus di musim awal bersama Yamaha.
Selepas Gibernau, Rossi kembali bertemu pesaing bernama Casey Stoner dan Jorge Lorenzo. Stoner adalah sosok yang mampu membawa Ducati naik derajat di MotoGP, sekaligus mengangkangi Rossi. Sedangkan Lorenzo, cerita hubungannya dengan Rossi sedikit miris.
Lorenzo sejatinya adalah rekan setim Rossi di Yamaha. Namun, keduanya justru menghidupkan api persaingan di dalam tim. Sampai pada 2015, hubungan keduanya meruncing setelah Rossi menuduh Lorenzo meminta bantuan Marc Marquez agar bisa menjadi juara.
Sosok rival lain yang juga masih dihadapi Rossi, di masa-masanya jelang pensiun, adalah Marc Marquez. Sempat menjalin hubungan baik saat Marquez naik ke MotoGP pada 2013 silam, hubungan keduanya mulai memanas pada 2015, dalam insiden yang melibatkan Rossi, Lorenzo, dan Marquez.
Setelah itu, hubungan Rossi dan Marquez tidak pernah terlalu akur. Rossi sering mengkritik Marquez, dan menyebut gaya balapannya kelewat agresif, sampai-sampai Rossi tidak mau dipandang oleh Marquez. Pada 2018, Rossi juga menolak jabat tangan Marquez.
Tensi keduanya menurun pada 2019, ketika Rossi dan Marquez saling bersalaman jelang gelaran GP Argentina. Sekarang, selepas Rossi pensiun, persaingan keduanya tuntas.
Begitulah warna-warni Valentino Rossi selama menjalani karier di MotoGP. Terlepas dari tensi dan juga prestasi, Rossi sudah menahbiskan diri sebagai salah satu legenda di dunia MotoGP lewat sembilan gelar (tujuh gelar MotoGP, satu gelar 125cc, dan satu gelar 250cc) yang dia dapat.
"Arrivederci, Valentino Rossi!"