Wilfried Zaha menolak untuk berlutut sebagai bentuk kampanye Black Lives Matter. (twitter.com/goal)
Mulai pertengahan musim 2019/2020, Premier League berinisiasi untuk mengadakan kampanye Black Lives Matter. Aksi ini didasari atas realitas bahwa kasus rasisme masih banyak terjadi di seluruh belahan dunia.
Terlebih, dunia sempat dihebohkan dengan kasus kematian George Floyd, pria berkulit hitam, oleh oknum polisi di Amerika Serikat pada Juni 2020. Hal tersebut seolah membuka lembaran kelam bahwa rasisme masih dipandang sepele oleh beberapa pihak.
Kampanye Black Lives Matter dikumandangkan, termasuk di Premier League. Sebelum pertandingan berlangsung, tiap pemain serta ofisial yang terlibat berlutut sebagai bentuk dukungan dalam melawan diskriminasi rasial.
Aksi ini sejatinya rutin dilakukan. Akan tetapi, situasi berbeda terjadi saat Matchday ke-28 Premier League yang mempertemukan West Bromwich Albion kontra Crystal Palace (13/3/2021). Bagaimana tidak, Zaha justru tak ikut berlutut dan memilih untuk tetap berdiri.
Ia beranggapan bahwa aksi berlutut itu layaknya sebuah seremonial belaka. Pasalnya, kasus rasisme masih sering terjadi, khususnya kepada mereka yang berkulit hitam.
Meski begitu, Zaha tetap menghormati keputusan pemain lain yang memilih untuk tetap melakukan aksi tersebut. Tiap orang punya persepsi dan pandangannya masing-masing terhadap rasisme, begitu pun dirinya sendiri.
"Keputusanku untuk tetap berdiri selama kick-off telah menjadi konsumsi publik. Tidak ada keputusan benar atau salah, tapi bagiku, berlutut telah menjadi bagian dari rutinitas dan saat ini tidak peduli apakah kami berlutut atau berdiri, beberapa dari kami (korban rasime) masih terus menerima pelecehan," kata Zaha seperti dikutip dari Skysports.