Sejak Trent Alexander-Arnold meninggalkan Liverpool, tim kehilangan sosok yang mampu menjembatani lini belakang dan depan dengan akurasi luar biasa. Posisi bek kanan kini bergantian diisi oleh Conor Bradley, Jeremie Frimpong, hingga Dominik Szoboszlai, tetapi tak satu pun mampu meniru umpan vertikal yang menjadi ciri khas sang pendahulu. Sistem baru Arne Slot kini kehilangan mekanisme progresi bola dari sisi kanan, yang selama ini menjadi poros utama serangan.
Ketika Alexander-Arnold masih bermain, Liverpool memiliki jalur umpan yang stabil menuju Mohamed Salah. Opta Analyst mencatat pada 2024/2025, ia menciptakan 147 umpan pemecah garis kepada Mohamed Salah, 36 persen lebih banyak dibandingkan duet terbaik lainnya di English Premier League (EPL). Setelah ia pergi, koneksi itu menghilang. Hasilnya terlihat jelas dengan aliran serangan menjadi lebih lambat, pressing kehilangan koordinasi, dan Virgil van Dijk kerap berada dalam posisi riskan karena tidak memiliki opsi umpan yang aman saat fase transisi menyerang.
Selain itu, terdapat perbedaan fundamental antara Jeremie Frimpong dan Alexander-Arnold. Frimpong merupakan bek sayap yang gemar menggiring bola dan melakukan penetrasi luar, sedangkan Alexander-Arnold berperan sebagai distributor yang menyeimbangkan ruang di dalam. Ketika Salah memilih untuk memotong ke dalam, Frimpong justru berlari di jalur yang sama yang menciptakan ketidakefisienan struktural.
Data Transfermarkt memperkuat pandangan tersebut. Kontribusi gol dan assist dari lini belakang Liverpool kini hanya 7 persen dari total tim, turun signifikan dari 13 persen pada musim sebelumnya. Angka itu menegaskan hilangnya elemen kreatif yang dulu menjadikan Liverpool berbahaya dari segala lini.
Kekosongan taktik ini juga menyoroti hilangnya fungsi dalam struktur permainan. Alexander-Arnold bukan sekadar bek kanan, ia adalah pengatur tempo kedua yang mempercepat sirkulasi bola dari belakang ke depan. Arne Slot mencoba menutup celah itu dengan sistem build-up 3-1 yang melibatkan Ryan Gravenberch dan Alexis Mac Allister, tetapi tanpa sosok yang mampu mengirim umpan diagonal dengan presisi, struktur permainan Liverpool kehilangan dinamika vertikalnya. Kembalinya sang bek ke Anfield kini mengingatkan akan sistem yang belum menemukan keseimbangannya kembali.