Alexis Mac Allister saat membela Timnas Argentina. (instagram.com/alemacallister)
Sebagai seorang gelandang, Mac Allister memiliki teknik yang mumpuni. Sentuhan pertamanya begitu lembut, bahkan terkadang manipulatif karena bisa mengubah arah bola dengan cepat. Tak pelak, dia kerap berperan jadi pengatur tempo.
Mac Allister juga andal dalam mengalirkan bola. Ketika tim menerapkan skema serangan, cepat atau lambat, Mac Allister bisa memberikan umpan matang. Dia andal beroperasi dalam ruang-ruang di area sepertiga akhir.
Dengan kemampuannya ini, tak pelak peran dari Mac Allister cukup kentara di Brighton. Potter kerap memasang Mac Allister di antara gelandang dan penyerang. Dia jadi penghubung antara lini tengah dan depan. Dia juga acap menyelesaikan peluang.
Dengan perannya ini, Mac Allister cocok main di berbagai formasi, baik itu skema tiga (3-4-3) atau empat bek (4-4-2 berlian atau 4-2-3-1). Dia bisa memainkan peran sebagai gelandang serang dan sentral sama baiknya.
Namun, ada satu hal yang perlu disoroti dari Mac Allister, yakni kemampuan dribelnya. Pemain berusia 22 tahun itu kurang prima dalam hal dribel, sehingga dia kerap kesulitan dalam meneruskan permainan.
Untuk mengakomodir hal ini, Mac Allister harus ditemani gelandang atau winger yang punya dribel prima. Alhasil, dia jadi penerus umpan, atau opsi kombinasi di lini depan. Hal itulah yang kini diperagakan Lionel Scaloni di Argentina.
Dengan para pemain berkemampuan dribel apik di Argentina, Mac Allister dapat menjadi sosok pemantul. Alhasil, kombinasinya dengan Messi, Angel Di Maria, Julian Alvarez, serta Lautaro Martinez, berjalan apik.