Di tengah permainan yang berantakan, Cody Gakpo menjadi satu-satunya pemain Liverpool yang tampak menunjukkan determinasi. Tembakannya sempat tiga kali membentur tiang sebelum akhirnya mencetak gol penyeimbang pada menit ke-78, yang sempat menghidupkan asa di tengah stagnasi kolektif. Namun, momen kebangkitan itu tidak berlangsung lama. Hanya 6 menit berselang, Harry Maguire menanduk bola hasil umpan silang Bruno Fernandes untuk memastikan kemenangan Manchester United, sekaligus menjadi mimpi buruk The Reds.
Mohamed Salah, yang selama ini menjadi tumpuan dalam laga besar, justru tidak kelihatan selama laga. Ia gagal menuntaskan peluang emas dari jarak dekat sebelum ditarik keluar oleh Arne Slot, keputusan yang cukup mengagetkan bagi publik Anfield. Pergantian itu bukan hanya keputusan taktis, melainkan juga refleksi dari penurunan pengaruh Salah dalam sistem ofensif Slot. Di sisi lain, Jeremie Frimpong yang menggantikannya malah lebih efektif dalam menciptakan dua peluang berbahaya hanya dalam 10 menit terakhir, yang menambah tekanan terhadap statusnya sebagai pemain senior.
Masalah lain muncul dari organisasi pertahanan Liverpool. Gol Harry Maguire menjadi bukti nyata lemahnya konsentrasi pada bola mati, situasi yang sebelumnya sudah dikritik berbagai pihak karena lini belakang Liverpool kekurangan fisikalitas dan disiplin area. Bek tengah seperti Ibrahima Konate tampak kehilangan timing duel udara, sementara Giorgi Mamardashvili, yang menggantikan Alisson Becker, terlihat ragu dalam pengambilan keputusan pada dua momen penting. Dirinya tak mampu membaca arah tembakan Bryan Mbeumo saat gol pertama dan hampir membuat blunder dari umpan silang Matheus Cunha.
Secara psikologis, perbedaan karakter kedua tim juga terlihat jelas. MU bermain dengan kepercayaan diri tinggi usai meraih kemenangan melawan Sunderland, sedangkan Liverpool menunjukkan tanda-tanda kepanikan setiap kali tertinggal. Amorim menegaskan, kunci kemenangan mereka yakni disiplin dalam menerapkan pertahanan blok rendah dan transisi cepat, sedangkan Slot mengakui timnya kehilangan efektivitas meski menciptakan banyak peluang. Ketajaman MU berbanding lurus dengan ketenangan mereka, sementara Liverpool terus terjebak dalam siklus peluang tanpa penyelesaian.