Di sisi lain, Liverpool justru menunjukkan sisi rapuh sebagai juara bertahan. Arne Slot mempertahankan sebelas pemain yang mengalahkan Real Madrid pada pertengahan pekan, tetapi keputusannya berbalik menjadi bumerang. Sejak menit awal, The Reds tertinggal dalam intensitas dan distribusi bola. Dalam 74 pertandingan di bawah Slot, baru tujuh kali Liverpool gagal menembak tepat sasaran pada babak pertama, dan laga semalam menjadi salah satunya.
Kelemahan struktural Liverpool kembali terlihat jelas. Ryan Gravenberch, Alexis Mac Allister, dan Dominik Szoboszlai kalah agresif dalam duel tengah, sedangkan Florian Wirtz kesulitan menyesuaikan diri dengan intensitas fisik Premier League. Pandit Sky Sports, Roy Keane, bahkan menyebut performa Liverpool lemah dan menilai tim tidak lagi memiliki energi sebagai kandidat juara. Kritik itu tidak berlebihan mengingat Slot kini telah menelan 5 kekalahan dari 11 laga, rekor terburuk bagi juara bertahan sejak Leicester City pada 2016/2017.
Kekecewaan Slot bertambah ketika gol Virgil van Dijk pada babak pertama dianulir karena Andrew Robertson dalam posisi offside. Sang pelatih menilai keputusan itu salah dan tidak konsisten yang merujuk kepada insiden serupa yang pernah disahkan untuk Manchester City musim lalu. Meski demikian, Slot menyadari kekalahan timnya tidak hanya disebabkan oleh keputusan wasit, tetapi juga karena performa Liverpool yang jauh dari standar permainan tim juara.
Liverpool kini tertahan di peringkat delapan klasemen sementara dengan 18 poin, 8 angka di belakang Arsenal dan 4 di bawah Manchester City. Opta Analyst mencatat, mereka baru mengumpulkan 18 poin dari 11 laga, lebih buruk dibanding 2022/2023 ketika gagal lolos ke Liga Champions. Kekalahan di Etihad makin memperjelas, Slot sedang berada dalam dilema antara mempertahankan idealisme menyerang atau menata ulang fondasi agar timnya kembali kompetitif.
Malam perayaan laga ke-1.000 Pep Guardiola menjadi penegasan, Manchester City masih menunjukkan tajinya dalam perebutan gelar juara Premier League 2025/2026. Sementara itu, jeda internasional November 2025 harus menjadi periode evaluasi mendalam bagi Liverpool untuk memulihkan identitas tim juara yang mulai pudar.