Jika Jude Bellingham menunjukkan ketenangan dan produktivitas, Vinicius Junior justru mencerminkan sisi emosional yang meledak-ledak dari Real Madrid. Pemain asal Brasil itu tampil agresif sejak awal, tetapi frustrasi ketika digantikan pada menit ke-72. Ia berjalan melewati Xabi Alonso tanpa menatap pelatihnya dan langsung menuju ruang ganti, sebelum kembali ke bangku cadangan beberapa menit kemudian. Setelah laga, ia bahkan hampir terlibat konfrontasi dengan Lamine Yamal dan Raphinha di tepi lapangan hingga memaksa aparat keamanan turun tangan untuk memisahkan pemain kedua tim.
Perilaku tersebut memperkuat laporan retaknya hubungan antara Vinicius dan klub. Negosiasi kontrak barunya dikabarkan tertunda, sementara pusat gravitasi tim kini beralih kepada Kylian Mbappe. Alonso berupaya menjaga stabilitas ruang ganti dengan secara tegas menarik keluar Vinicius karena menurun dalam fase bertahan. Keputusan itu terbukti tepat secara taktis, tetapi membuka perdebatan soal ego pemain yang kerap merasa tidak dilindungi klub.
Di sisi lain, Lamine Yamal, yang sempat memancing kontroversi sebelum laga dengan komentar provokatif tentang Madrid, menjadi sasaran ejekan sepanjang pertandingan. Pemain muda Spanyol itu gagal memberikan dampak signifikan dengan hanya 1 tembakan melenceng dan 4 umpan di area ofensif karena penjagaan ketat dari Alvaro Carreras. Situasi ini menegaskan, El Clasico bukan hanya adu teknik dan strategi, melainkan juga ujian kedewasaan mental di bawah tekanan atmosfer Santiago Bernabeu.
Pertemuan dua generasi ini memperlihatkan kontras antara Bellingham yang menyalurkan energinya ke performa apik dan Vinicius yang masih bergulat dengan emosi. Alonso, di tengah semua gejolak itu, tampil sebagai figur pengendali dengan menenangkan para pemainnya saat keributan pecah setelah peluit akhir. Kemenangan Madrid juga menjadi gambaran keberhasilan tim menjaga disiplin di tengah provokasi dan tensi tinggi yang menjadi ciri khas El Clasico.
Kemenangan Real Madrid atas FC Barcelona tidak hanya pembalasan atas empat kekalahan musim lalu, tetapi juga menandai lahirnya era baru di bawah Xabi Alonso. Sistem permainan yang presisi, keseimbangan antarlini, dan efektivitas dalam menyerang menjadi tanda Los Blancos sedang berevolusi menuju bentuk yang lebih kolektif dan modern. Di sisi lain, Barcelona menghadapi krisis struktural dan emosional ketika permainan cepat mereka kehilangan arah tanpa keseimbangan posisi.