Dilansir dokumen resmi FIFA, CPP 2023–2026 memberikan perlindungan untuk seluruh pemain profesional yang dilepas ke tim nasional senior, baik pria maupun wanita, dalam kategori A representative team. Perlindungan berlaku sejak pemain meninggalkan klub hingga kembali, termasuk sesi latihan, pertandingan resmi, uji coba, serta perjalanan yang menjadi bagian dari agenda internasional tersebut. Dengan rentang perlindungan seluas ini, klub memiliki kepastian jika cedera yang terjadi selama periode tersebut dapat masuk dalam cakupan kompensasi.
Cedera yang dapat diganti yakni cedera yang dikategorikan sebagai accident, yaitu kejadian mendadak pada waktu dan tempat yang teridentifikasi jelas. Dalam regulasi, serangan jantung dan stroke juga termasuk kategori tersebut karena sifatnya yang tiba-tiba dan berdampak serius. Sebaliknya, penyakit pandemik seperti COVID-19, cedera ringan yang tidak melewati batas waktu tertentu, serta cedera yang sudah ada sebelumnya tidak termasuk dalam cakupan kompensasi. Model ini menegaskan, program hanya menanggung insiden mendadak, bukan kondisi yang berkembang secara bertahap.
Ambang batas absensi minimal 28 hari menjadi syarat mutlak sebelum kompensasi diberikan. Contohnya, Nottingham Forest harus kehilangan Chris Wood pada Maret 2025 akibat cedera saat membela Selandia Baru. Meski begitu, klub tidak memenuhi syarat untuk mengajukan klaim sebab sang pemain hanya absen 18 hari setelah cedera karena durasinya berada di bawah ketentuan minimum.
Menurut BBC, jika ketentuan waktunya terpenuhi, klub bisa mendapatkan kompensasi hingga 20.548 euro per hari (Rp399,4 juta) dengan batas total 7,5 juta euro (Rp145,7 miliar) per pemain untuk satu insiden selama 365 hari. Akan tetapi, CPP memiliki batas dana tahunan sebesar 80 juta euro (Rp1,554 triliun). Oleh sebab itu, program ini tetap dibatasi oleh ketersediaan anggaran dalam 1 musim. Jenis kompensasi yang diberikan hanya mencakup gaji tetap pemain sesuai kontrak, tanpa memasukkan bonus, hak citra, maupun biaya medis yang ditanggung klub sendiri.
CPP juga menerapkan prosedur Fitness for Duty untuk turnamen besar seperti Piala Dunia dan kompetisi konfederasi. Dalam situasi tersebut, klub dan tim nasional wajib menyediakan dokumen medis lengkap guna membuktikan pemain telah pulih sebelum bergabung, agar klaim cedera berikutnya tidak dianggap sebagai kelanjutan dari cedera lama. Regulasi tambahan ini dibuat untuk memastikan transparansi kondisi pemain sebelum memasuki kompetisi besar.
Namun, sistem ini tetap memiliki kelemahan. Mekanisme ini menciptakan kesenjangan untuk pemain elite dengan gaji besar, seperti Erling Haaland, Mohamed Salah, atau Cristiano Ronaldo, karena nilai kompensasi harian tidak dapat menutupi keseluruhan upah mereka yang jauh lebih tinggi dari batas program. Selain itu, cedera yang terjadi dalam pertandingan kelompok umur tidak masuk skema perlindungan, sehingga klub memiliki risiko lebih besar ketika melepas pemain muda ke agenda internasional.