Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
pemain sepak bola cedera
potret pemain sepak bola cedera (unsplash.com/Omar Ramadan)

Intinya sih...

  • Klub mendapat kompensasi dari program FIFA CCP jika pemain cedera saat jeda internasional

  • Meski punya aturan yang jelas, program FIFA CCP tetap memiliki kelemahan

  • FIFA menunjuk perusahaan asal Inggris untuk mengurus proses administrasi klaim klub

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Layaknya aset perusahaan, pemain sepak bola juga aset berharga bagi klub. Namun, apa jadinya jika aset tersebut kembali dalam keadaan rusak? Situasi ini menjadi dilema tahunan ketika klub harus merelakan pemain pergi untuk membela negara, tetapi tidak memiliki kendali penuh atas risiko yang menyertai tugas internasional.

Fenomena pemain kembali dalam kondisi cedera memicu pertanyaan mengenai mekanisme perlindungan bagi klub. Berbagai kasus yang muncul dari jeda internasional menegaskan, risiko tersebut nyata dan sering kali merugikan klub secara langsung. Pada titik inilah regulasi FIFA, terutama melalui FIFA Club Protection Programme (CPP), menjadi relevan untuk dipahami.

1. Klub mendapat kompensasi dari program FIFA CCP jika pemain cedera saat jeda internasional

Klub berada dalam posisi dilematis karena mereka wajib melepas pemain ke tim nasional, tetapi harus menanggung konsekuensi bila cedera terjadi. Cedera yang dialami Gabriel Magalhaes saat membela timnas Brasil pada November 2025 menunjukkan bagaimana Arsenal harus menunggu dengan cemas hasil pemeriksaan medis setelah pemain kembali dari laga internasional. Situasi serupa juga dialami Newcastle United ketika Yoane Wissa mengalami cedera lutut hanya beberapa hari setelah resmi diperkenalkan, sehingga menghambat adaptasinya di klub baru.

Kasus cedera berat seperti cedera anterior cruciate ligament (ACL) yang menimpa Alphonso Davies saat membela Kanada memperlihatkan skala kerugian yang dapat ditanggung klub akibat absennya pemain selama berbulan-bulan. Barcelona pun pernah berada dalam situasi ini, ketika cedera panjang Ronald Araajo saat bertugas bersama Uruguay pada Desember 2024 membuat klub berhak menerima kompensasi finansial dari FIFA sebagai bentuk perlindungan terhadap beban gaji pemain tersebut.

Sejak 2012, FIFA menyadari tensi antara kebutuhan klub dan kepentingan tim nasional membutuhkan solusi struktural. Melalui CPP, FIFA menghadirkan skema yang berfungsi layaknya asuransi untuk membantu klub menanggung kewajiban mereka ketika pemain cedera saat membela negara. Skema ini bukanlah pengganti performa atau nilai pemain yang hilang, melainkan menjadi penyangga finansial yang meringankan beban klub ketika mereka kehilangan aset penting.

2. Meski punya aturan yang jelas, program FIFA CCP tetap memiliki kelemahan

Dilansir dokumen resmi FIFA, CPP 2023–2026 memberikan perlindungan untuk seluruh pemain profesional yang dilepas ke tim nasional senior, baik pria maupun wanita, dalam kategori A representative team. Perlindungan berlaku sejak pemain meninggalkan klub hingga kembali, termasuk sesi latihan, pertandingan resmi, uji coba, serta perjalanan yang menjadi bagian dari agenda internasional tersebut. Dengan rentang perlindungan seluas ini, klub memiliki kepastian jika cedera yang terjadi selama periode tersebut dapat masuk dalam cakupan kompensasi.

Cedera yang dapat diganti yakni cedera yang dikategorikan sebagai accident, yaitu kejadian mendadak pada waktu dan tempat yang teridentifikasi jelas. Dalam regulasi, serangan jantung dan stroke juga termasuk kategori tersebut karena sifatnya yang tiba-tiba dan berdampak serius. Sebaliknya, penyakit pandemik seperti COVID-19, cedera ringan yang tidak melewati batas waktu tertentu, serta cedera yang sudah ada sebelumnya tidak termasuk dalam cakupan kompensasi. Model ini menegaskan, program hanya menanggung insiden mendadak, bukan kondisi yang berkembang secara bertahap.

Ambang batas absensi minimal 28 hari menjadi syarat mutlak sebelum kompensasi diberikan. Contohnya, Nottingham Forest harus kehilangan Chris Wood pada Maret 2025 akibat cedera saat membela Selandia Baru. Meski begitu, klub tidak memenuhi syarat untuk mengajukan klaim sebab sang pemain hanya absen 18 hari setelah cedera karena durasinya berada di bawah ketentuan minimum. 

Menurut BBC, jika ketentuan waktunya terpenuhi, klub bisa mendapatkan kompensasi hingga 20.548 euro per hari (Rp399,4 juta) dengan batas total 7,5 juta euro (Rp145,7 miliar) per pemain untuk satu insiden selama 365 hari. Akan tetapi, CPP memiliki batas dana tahunan sebesar 80 juta euro (Rp1,554 triliun). Oleh sebab itu, program ini tetap dibatasi oleh ketersediaan anggaran dalam 1 musim. Jenis kompensasi yang diberikan hanya mencakup gaji tetap pemain sesuai kontrak, tanpa memasukkan bonus, hak citra, maupun biaya medis yang ditanggung klub sendiri.

CPP juga menerapkan prosedur Fitness for Duty untuk turnamen besar seperti Piala Dunia dan kompetisi konfederasi. Dalam situasi tersebut, klub dan tim nasional wajib menyediakan dokumen medis lengkap guna membuktikan pemain telah pulih sebelum bergabung, agar klaim cedera berikutnya tidak dianggap sebagai kelanjutan dari cedera lama. Regulasi tambahan ini dibuat untuk memastikan transparansi kondisi pemain sebelum memasuki kompetisi besar.

Namun, sistem ini tetap memiliki kelemahan. Mekanisme ini menciptakan kesenjangan untuk pemain elite dengan gaji besar, seperti Erling Haaland, Mohamed Salah, atau Cristiano Ronaldo, karena nilai kompensasi harian tidak dapat menutupi keseluruhan upah mereka yang jauh lebih tinggi dari batas program. Selain itu, cedera yang terjadi dalam pertandingan kelompok umur tidak masuk skema perlindungan, sehingga klub memiliki risiko lebih besar ketika melepas pemain muda ke agenda internasional.

3. FIFA menunjuk perusahaan asal Inggris untuk mengurus proses administrasi klaim klub

FIFA menunjuk perusahaan penyesuaian klaim independen dari Inggris, QuestGates, sebagai administrator resmi CPP, sehingga seluruh proses klaim harus dilakukan melalui portal khusus yang mereka sediakan. Klub wajib melaporkan insiden cedera pemain dalam jangka waktu maksimal 28 hari setelah terjadi, dan laporan yang terlambat dapat menyebabkan klaim ditolak secara otomatis. Ketepatan waktu menjadi bagian krusial dari prosedur ini agar proses administrasi dan verifikasi dapat berjalan lancar.

Dokumen yang harus disiapkan klub sangat detail, mencakup laporan medis awal dari dokter tim nasional, hasil MRI, X-ray, atau CT scan yang dilakukan maksimal 10 hari setelah cedera, hingga salinan kontrak pemain dan bukti pembayaran gaji serta kewajiban sosial lainnya. Data medis ini menjadi dasar bagi penetapan kategori cedera dan menentukan apakah kejadian tersebut memenuhi kriteria accident yang dihitung sebagai insiden sah dalam CPP. Semua dokumen harus disertakan dalam bahasa resmi yang diterima FIFA, seperti bahasa Inggris, Prancis, Jerman, atau Spanyol.

QuestGates kemudian menunjuk medical-legal specialist untuk mengevaluasi kondisi pemain dan memastikan cedera memang terjadi selama periode waktu tugas internasional. Proses ini juga menilai apakah cedera berasal dari momen spesifik atau berkaitan dengan kondisi yang sudah ada sebelumnya, yang menjadi salah satu faktor pengecualian dalam CPP. Setelah seluruh proses peninjauan selesai dan klaim disetujui, pembayaran kompensasi dilakukan secara bulanan langsung ke rekening resmi klub.

Salah satu contoh konkret muncul pada kasus Ronald Araujo, ketika Barcelona menerima kompensasi sekitar 1,8 juta euro (Rp34,9 miliar) dari FIFA. Perhitungan tersebut berasal dari 89 hari absen dikalikan tarif harian 20.548 yang berlaku dalam periode cedera yang memenuhi kriteria program tersebut. Meski demikian, klub tetap berkewajiban memberikan laporan lanjutan mengenai tanggal ketika pemain kembali berlatih agar pembayaran dapat dihentikan sesuai ketentuan.

Perlu juga dibedakan, CPP bukanlah program yang sama dengan FIFA Club Benefits Programme. CPP berfungsi memberikan kompensasi atas cedera pemain selama tugas internasional, sedangkan Club Benefits Programme memberikan pembayaran kepada klub ketika pemain mereka berpartisipasi dalam Piala Dunia atau kualifikasinya sebagai bentuk kompensasi pelepasan pemain ke tim nasional. Kedua mekanisme ini sering disalahartikan, tetapi memiliki fungsi yang sangat berbeda dalam ekosistem sepak bola global.

Kompensasi dari FIFA melalui CPP memberi klub perlindungan finansial, meski tidak dapat menggantikan hilangnya kontribusi pemain di lapangan. Di tengah padatnya kalender internasional, skema ini menjadi elemen penting dalam menjaga keseimbangan kepentingan antara klub dan tim nasional.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team