Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
potret bagian Estadio de San Mames, markas Athletic Bilbao
potret bagian Estadio de San Mames, markas Athletic Bilbao (unsplash.com/Josip Ivankovic)

Intinya sih...

  • Filosofi Basque lahir usai klub dituduh menurunkan pemain asing ilegal pada 1911

  • Athletic Bilbao berinvestasi besar dari level akademi untuk menjaga filosofi Basque

  • Globalisasi sepak bola tak menggoyahkan klub untuk mempertahankan filosofi Basque

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Athletic Bilbao berdiri sebagai simbol keunikan di tengah arus globalisasi sepak bola. Klub yang bermarkas di San Mames ini dikenal dengan kebijakan ketat yang hanya mengizinkan pemain kelahiran atau dididik di wilayah Basque untuk membela panji mereka. Ketentuan ini menjadikan Athletic bukan sekadar klub, melainkan juga representasi budaya yang memperlihatkan keterikatan mendalam dengan identitas lokal.

Kebijakan ini telah membuat Los Leones diakui sebagai salah satu klub tersukses di Spanyol. Mereka meraih 8 gelar juara LaLiga Spanyol, 24 gelar juara Copa del Rey, dan menjadi 1 dari 3 klub yang tidak pernah terdegradasi dari LaLiga. Keberhasilan itu memperkuat keyakinan bahwa filosofi ini menjadi motor penggerak kejayaan klub pada masa lalu.

1. Filosofi Basque lahir usai klub dituduh menurunkan pemain asing ilegal pada 1911

Sejak awal abad ke-20, Athletic Bilbao mengadopsi kebijakan yang kemudian dikenal sebagai filosofi Basque-only. Dilansir The Athletic, kebijakan ini dipicu oleh insiden Copa del Rey pada 1911 ketika klub dituduh menurunkan pemain asing yang tidak memenuhi syarat. Sebagai respons, klub memilih untuk membatasi diri hanya pemain yang lahir atau dibesarkan di wilayah Basque, mencakup Biscay, Gipuzkoa, Alava, dan Navarre di Spanyol, serta Labourd, Soule, dan Lower Navarre di Prancis.

Filosofi ini berkembang seiring waktu. Pada awalnya, Athletic hanya merekrut pemain dari Biscay, tetapi pada 1970-an klub mulai menandatangani pemain Basque dari luar wilayah tersebut melalui program Operacion Retorno. Pada dekade berikutnya, klub memperluas definisi dengan menerima pemain yang dibesarkan di wilayah Basque meskipun lahir di luar, seperti Ernesto Valverde yang lahir di Extremadura, tetapi besar di Vitoria-Gasteiz.

Keputusan untuk mempertahankan filosofi ini membuat Athletic berbeda dari rival-rivalnya. Real Sociedad, yang sempat menganut kebijakan serupa, memilih mengakhirinya pada 1989 dengan mendatangkan John Aldridge dari Liverpool. Athletic justru melihat filosofi ini sebagai lambang kehormatan dan bentuk perlawanan terhadap globalisasi sepak bola. Filosofi ini menegaskan, klub berupaya meraih gelar juara sambil tetap mempertahankan warisan budaya.

2. Athletic Bilbao berinvestasi besar dari level akademi untuk menjaga filosofi Basque

Kebijakan ini kemudian berhasil menciptakan ikatan emosional yang kuat antara klub dan komunitasnya. Banyak pendukung Athletic Bilbao menyatakan mereka lebih rela melihat klub terdegradasi daripada menghapus filosofi ini. Survei di wilayah Basque menunjukkan, 76 persen fans mendukung filosofi ini bahkan jika itu berarti kehilangan status di LaLiga.

Sistem akademi Lezama menjadi tulang punggung kebijakan ini. Sebanyak 85 persen pemain tim utama merupakan produk akademi, termasuk Unai Simon dan Nico Williams yang kini memperkuat tim nasional Spanyol. Akademi ini memiliki jaringan dengan lebih dari 160 klub lokal, yang memastikan pasokan talenta tetap terjaga walau jumlah penduduk di wilayah Basque hanya sekitar 3,1 juta penduduk. Hal ini menuntut investasi besar kepada pelatih, pemandu bakat, dan pengembangan pemain secara menyeluruh.

Dari segi finansial, filosofi ini membuat posisi tawar Los Leones di bursa transfer semakin kuat. Klub selalu melepas pemain sesuai klausul pelepasan yang berlaku dengan harga tinggi dan menguntungkan. Contohnya yaitu transfer Kepa Arrizabalaga ke Chelsea, Ander Herrera ke Manchester United, dan Aymeric Laporte ke Manchester City.

Namun, eksklusivitas kebijakan ini pernah menuai kritik karena dinilai terlambat menerima keberagaman. Jonas Ramalho, pemain kulit hitam pertama di Athletic, baru melakoni debut pada 2011. Meski demikian, perubahan sosial tidak menggoyahkan filosofi yang tetap menjadi dasar identitas klub.

3. Globalisasi sepak bola tak menggoyahkan klub untuk mempertahankan filosofi Basque

Diskusi mengenai masa depan filosofi ini seiring makin global dan inklusifnya sepak bola. Sebagian anggota klub mengusulkan agar anak-cucu diaspora Basque diperbolehkan bermain atau menjadikan akademi Lezama sebagai pusat global yang merekrut pemain muda dari luar negeri. Mengutip The Athletic kembali, langkah ini dipandang perlu untuk menghadapi tantangan demografis, sebab tingkat kelahiran di Basque hanya 6,2 per 1.000 penduduk pada 2022, terendah sejak 1975.

Meski demikian, jajaran manajemen dan mayoritas anggota tetap mempertahankan filosofi ini. Wakil presiden klub, Nerea Oritz, menegaskan identitas klub lebih penting daripada hasil di papan klasemen, bahkan jika itu berarti menjadi klub papan tengah. Para pengurus percaya, keunikan filosofi ini membuat nilai komersial klub lebih tinggi dan membangun keterikatan emosional yang tak tergantikan.

Kembalinya Athletic ke Liga Champions Eropa 2025/2026 setelah finis di posisi empat LaLiga musim lalu membuktikan mereka masih bisa bersaing. Los Leones juga berhasil memperpanjang kontrak Nico Williams hingga 2027, yang memastikan komitmen mereka terhadap regenerasi internal dan keberlanjutan filosofi. Namun, sampai kapan filosofi ini bisa bertahan pada era sepak bola yang semakin global dan kompetitif?

Filosofi Basque-only menjadikan Athletic Bilbao lebih dari sekadar klub sepak bola. Meski dibayangi tantangan demografis dan tuntutan kompetitif, filosofi ini tetap berdiri kokoh sebagai simbol identitas dan kebanggaan komunitas Basque.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team