Yang Hyun Jun, pemain baru Celtic asal Korea Selatan. (instagram.com/celticfc)
Mengapa Asia? Ada dua jawaban paling masuk akal untuk itu. Pertama, untuk bisa dapat visa atau izin kerja di Skotlandia, khususnya Scottish Premiership (liga utama Skotlandia), pemain tak perlu memenuhi kriteria seketat English Premier League (EPL) dan liga-liga di bawahnya. Menurut regulasi baru tahun 2021 yang diberi nama Governing Body Endorsement (GBE), untuk bisa dapat visa exemption (pengecualian visa), pemain harus mengantongi batas minimal poin.
Poin itu dilihat dari performa mereka di klub terakhir (menit bermain dan jumlah partisipasi dalam turnamen/liga). Bahkan, liga terakhir di mana pemain itu berkarier dibagi lagi jadi beberapa kategori berdasarkan ranking tertentu. Semakin tinggi kategori, poin yang didapat ikut terdongkrak.
J1 League dan K-League masuk dalam kategori terendah yang jelas tidak menguntungkan bila mereka hendak bersaing masuk langsung ke EPL. Scottish Premiership, terutama Celtic, bisa dilihat sebagai batu loncatan untuk dapat eksposur dan merasakan kompetisi Eropa. Sebaliknya, Celtic diuntungkan dengan harga pemain Asia yang relatif lebih murah dibanding pemain asal Amerika Selatan dan Eropa. Harga pemain yang didatangkan Celtic dari J1 League dan K-League berada di angka 1--3 juta euro (Rp16--49 miliar). Hanya Kyogo Furuhashi yang valuasinya lebih dari 5 juta euro (Rp83 miliar).
Pola rekrutmen Celtic mulai menampakkan hasil. Meski belum ada pemain Asia mereka yang berhasil tembus EPL, setidaknya nama-nama tertentu dapat menit bermain yang stabil. Rival-rival mereka pun mulai melirik strategi ini. Glasgow Rangers misalnya sempat berniat mendatangkan Cho Gue Sung (Korea Selatan) pada musim dingin 2023, tetapi gagal. Hearts sudah merekrut dua pemain Jepang sepanjang 2023 ini, yakni Kyosuke Tagawa (FC Tokyo) dan Yutaro Oda (Vissel Kobe).