jersey tandang Timnas Brasil (instagram.com/cbf_futebol)
Secara normatif, politik tidak seharusnya dicampur aduk dengan sepak bola maupun sebaliknya. Namun, itu hal yang hampir mustahil di banyak tempat.
Seperti argumen Power dkk dalam tulisan mereka "Football and Politics: The Politics of Football", sepak bola memiliki daya tarik global yang tinggi sehingga sering dijadikan platform untuk mempromosikan atau memperkenalkan situasi sosial politik lokal tertentu. Apalagi tim sepak bola biasanya terbentuk karena persamaan identitas dan nilai kolektif.
Dalam kasus Brasil, keterlibatan sepak bola dalam politik sudah pernah terjadi pada 1980-an. Kala itu, Brasil berada di bawah pemerintahan diktator usai kudeta militer pada 1964.
Kelompok-kelompok prodemokrasi pun muncul. Salah satunya adalah para pegiat klub sepak bola Corinthians Paulista yang menginisiasi gerakan politik bernama Democracia Corinthiana.
Reis dan Martins dalam jurnal mereka berjudul "Corinthians Democracy and Unionism: The Narrative of the Integration Between the Corinthians’ Movement and the Football Players Union" mengungkap bahwa Corinthians pernah menerapkan sistem demokrasi mikro di tingkat manajemen klub. Praktik-praktik demokrasi seperti pemungutan suara sampai penggunaan jalur aduan serta sesi dengar pendapat pemain sempat mereka lakukan selama kepemimpinan Presiden Klub Waldemar Pires.
Melansir liputan CNN, Corinthians kembali menunjukkan aktivismenya dengan mengajak simpatisan prodemokrasi untuk memakai canarinho sebagai upaya menetralisiasi afiliasi sayap kanan terhadap atribut tersebut. Sejauh ini, tidak ada upaya untuk mengubah identitas kaus kuning dengan warna lain. Pada Piala Dunia 2022 ini, Timnas Brasil akan mengenakan canarinho sebagai kostum kandang dan jersey biru untuk tandang.