Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Roberto Mancini (twitter.com/robymancio)
Roberto Mancini (twitter.com/robymancio)

Pada 2018 lalu, Italia mengalami salah satu era terburuk mereka dalam sejarah sepak bola. Gli Azzuri gagal lolos ke Piala Dunia. Sejak itu, mereka langsung berbenah dengan mengangkat Roberto Mancini sebagai pelatih utama menggantikan Gian Piero Ventura.

Sempat diragukan berbagai pihak, Roberto Mancini membuktikan kapasitasnya. Ia tidak hanya mencetak rekor kemenangan luar biasa, tetapi juga meloloskan Italia ke final Piala Eropa 2020 dan berakhir dengan juara. Berikut ini 5 fakta menarik dari eks pelatih Manchester City yang mungkin belum kamu ketahui. 

1. Karier bersejarah sebagai pemain Sampdoria dan Lazio

Roberto Mancini ketika berkarier sebagai pemain (sportmob.com)

Roberto Mancini merupakan lulusan akademi Bologna yang berhasil menembus tim utama pada tahun 1981. Tampil menjanjikan pada musim tersebut, Sampdoria kemudian memboyongnya pada 1982. Di klub inilah Mancini sukses mencetak sejarah selama 15 tahun berseragam Il Samp. Pada musim 1990/91 untuk pertama kalinya dalam sejarah klub dia membawa Sampdoria meraih Scudetto.

Selama itu juga dia sukses mempersembahkan 4 Coppa Italia dan Piala Winner pada musim 1989/1990. Pada tahun 1997 dia hengkang ke Lazio dan kembali meraih juara Serie A pada musim 1999/2000 dan Piala Winners 1998/1999.

2. Gantung sepatu di Leicester City usai tampil hanya di 5 laga

Roberto Mancini (goal.com)

Setelah tiga tahun membela Lazio, Roberto Mancini menjalani career break selama 6 bulan pada Juli 2000. Pada Januari 2001 dia kemudian kembali ke lapangan hijau dan bergabung dengan klub Inggris, Leicester City.

Kala itu usianya sudah tak muda lagi, yakni 37 tahun. Dia tidak bertahan lama bersama The Foxes dengan hanya tampil dalam 5 laga sebelum memutuskan gantung sepatu sebagai pemain.

3. Sempat berguru pada Sven-Goran Eriksson sebagai asisten manajer

Roberto Mancini sebagai assisten manajer Sven-Goran Eriksson (dailymail.co.uk)

Selama masa career break 6 bulan, Roberto Mancini berganti tugas menjadi asisten manajer Sven-Goran Eriksson di Lazio. Ini menjadi awal pengalamannya menimba ilmu kepelatihan dari pelatih besar. Setelah benar-benar gantung sepatu sebagai pemain, Fiorenitina menjadi klub pertamanya sebagia pelatih utama pada tahun 2001.

Dia kemudian diboyong Lazio sebelum sukses besar bersama Inter Milan dan Manchester City. Dia sukses mempersembahkan tiga Scudetto beruntun pada 2006 hingga 2008 serta trofi Premier League bersejarah Manchester City pada musim 2011/2012.

4. Ditunjuk menjadi pelatih Italia yang gagal lolos ke Piala Dunia 2018

Roberto Mancini (twitter.com/robymancio)

Piala Dunia 2018 menjadi era terburuk Italia usai gagal lolos karena dikalahkan Swedia di fase play-off. Akibatnya, pelatih saat itu, Gian Piero Ventura, dipecat federasi sepak bola Italia dan digantikan oleh Roberto Mancini yang kala itu melatih klub Rusia, Zenit St Petersburg.

Penunjukannya kala itu sempat diragukan karena filosofi bermainnya yang lebih bertahan daripada meyerang. Dia menyisihkan nama-nama pelatih top Italia lainnya, seperti Antonio Conte dan Carlo Ancelotti.

5. Fantastis, Mancini sukses merevolusi Italia

Selebrasi juara Italia Piala Eropa 2020 (twitter.com/robymancio)

Meski sempat diragukan, Roberto Mancini berhasil membungkam mulut para pengkritiknya. Di bawah asuhannya, Gli Azzuri seolah terlahir kembali dengan gaya bermain menyerang. Dengan pemain muda bercampur sosok berpengalaman, skuadnya tak terkalahkan dalam 34 laga beruntun hingga akhirnya menjadi juara Piala Eropa 2020 dengan mengalahkan Inggris.

Mancini juga tercatat sebagai pelatih Italia dengan rasio kemenangan tertinggi, 73,7 persen. Terakhir kali Italia mengalami kekalahan adalah di tangan Portugal pada gelaran UEFA Nations League 2018 lalu. Piala Eropa 2020 menjadi trofi Piala Eropa kedua sepanjang sejarah Azzuri usai meraih untuk pertama kalinya pada 1968 silam.

 

Performa Italia di Piala Eropa 2020 sangatlah luar biasa dengan rekor tak terkalahkan. Bahkan, mereka pun mengalahkan tim-tim unggulan, seperti Belgia, Spanyol, dan Inggris dalam perjalanannya. Sebuah bukti bahwa mereka memang layak menjadi juara.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team

EditorAtqo Sy