Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
potret jersey Cristiano Ronaldo
potret jersey Cristiano Ronaldo (pexels.com/omar-ramadan)

Bukan Cristiano Ronaldo namanya jika apa pun pernyataan yang ia lontarkan tidak menjadi buah bibir bagi komunitas sepak bola. Dalam wawancara terbarunya bersama Piers Morgan yang rilis di kanal YouTube pada 4 November 2025, megabintang asal Portugal itu kembali memancing perhatian dunia. Namun, kali ini bukan karena komentar pedasnya, melainkan soal refleksi yang lebih manusiawi dari sosok yang telah 2 dekade lebih mentas di panggung olahraga dunia.

Wawancara berdurasi 39 menit itu menjadi kelanjutan dari pertemuan legendaris mereka pada 2022, yang kala itu mengguncang Manchester United dan berujung pada kepergian Ronaldo dari Old Trafford. Tiga tahun berselang, pernyataannya terdengar lebih tenang, tetapi tajamnya pandangan tetap sama. Pada usia 40 tahun, Ronaldo tidak lagi bicara untuk mencari pembenaran, ia lebih menceritakan apa yang telah menjadi bagian dari dirinya mengenai kejujuran, kebanggaan, dan kesadaran akan akhir kariernya sebagai pesepak bola.

1. Cristiano Ronaldo tetap tampil sebagai sosok yang jujur dan apa adanya

Wawancara bersama Piers Morgan kali ini tak sekadar sesi nostalgia. Ia menjadi penegasan, Cristiano Ronaldo tidak pernah berubah dalam satu hal soal keberaniannya berbicara apa adanya. Pada 2022, percakapan menggebu-gebu dengan Morgan membuat Manchester United geram karena kritiknya terhadap Erik Ten Hag dan manajemen klub. Kini, 3 tahun setelah keributan itu berlalu, Ronaldo kembali duduk di kursi yang sama, kali ini dengan nada yang lebih tenang, tetapi dengan substansi yang tetap menggigit.

Wawancara itu digelar di rumah pribadi Ronaldo di Arab Saudi. Ia menyebut percakapan tersebut sebagai momen paling personal sepanjang kariernya. Ia bukan lagi berbicara sebagai sosok yang menuntut keadilan, melainkan sebagai individu yang menengok kembali perjalanan hidup dan kariernya.

Namun, meski terlihat lebih bijaksana, jejak ego Ronaldo tetap tampak jelas. Ini terlihat ketika Morgan menyinggung kembali perdebatan abadi tentang siapa yang lebih hebat antara dirinya dan Lionel Messi. Ronaldo berkata dengan tegas, “Messi lebih baik dariku? Aku tidak setuju,” ucapnya tanpa nada emosional, yang menandakan keyakinan yang lahir secara mendalam, bukan kesombongan.

Selain itu, sikap blak-blakan khas Ronaldo juga terlihat ketika Morgan mengungkit komentar Wayne Rooney yang menyebut Messi lebih unggul darinya. Ronaldo menanggapi dengan senyum tipis dan menyampaikan ia tak mempermasalahkan pendapat tersebut, tetapi tetap tidak setuju dan tidak ingin berpura-pura rendah hati. Di balik jawaban tersebut, tersimpan refleksi mendalam tentang bagaimana Ronaldo memandang dunia bahwa kejujuran tentang diri sendiri lebih bernilai daripada pencitraan semu.

Ronaldo tidak sedang membangun ulang reputasi. Ia sedang mempertegasnya. Terlihat dari caranya menjawab pertanyaan, jelas ia tidak lagi berupaya untuk meyakinkan siapa pun. Dalam usia yang mendekati akhir karier, ia memilih menjadi versi paling autentik dari dirinya, yaitu jujur, ambisius, dan tidak meminta maaf atas keyakinan yang membuatnya bertahan di puncak selama 2 dekade.

2. Cristiano Ronaldo masih mengkritik MU, tetapi lebih sebagai bentuk kepedulian

Dari sekian banyak pernyataan yang muncul, bagian tentang Manchester United masih menjadi sorotan utama publik. Ketika Piers Morgan menyinggung situasi klub lamanya yang kini dipimpin Ruben Amorim, Cristiano Ronaldo menanggapi dengan kalimat yang kemudian viral. “Keajaiban? Keajaiban itu mustahil. Seperti pepatah di Portugal, keajaiban hanya terjadi di (Kota) Fatima”. Kedengarannya sinis, tetapi sesungguhnya mencerminkan kekecewaan mendalam seorang mantan pemain yang masih mencintai klubnya.

Ronaldo menegaskan, Manchester United saat ini tidak memiliki struktur dan belum berada di jalur yang benar. Ia mengaku sedih melihat klub sebesar Setan Merah kehilangan arah, walaupun kini memiliki pemilik baru, Jim Ratcliffe, dan berada di bawah kendali INEOS. Kritik itu tidak muncul dari kebencian, tetapi dari rasa memiliki terhadap institusi yang membentuk karier awalnya. 

Komentar tersebut mengingatkan kembali kepada wawancaranya pada 2022, ketika Ronaldo menyebut fasilitas di klub nyaris tidak berubah sejak era awal 2000-an. Ia merasa MU telah berhenti berkembang, baik dari sisi infrastruktur maupun filosofi sepak bola. Kini, 3 tahun berlalu, Ronaldo menilai perubahan yang terjadi hanya sebatas permukaan. Struktur klub tetap belum memiliki visi jangka panjang, dan semangat kebersamaan yang dulu menjadi dasar kejayaan era Sir Alex Ferguson tampak memudar.

Dengan caranya yang khas, Ronaldo kembali menunjukkan kritik tidak selalu berarti permusuhan. Ucapannya dapat dibaca sebagai bentuk kepedulian dari seorang legenda yang tidak rela melihat klub yang membesarkan namanya kehilangan identitas. Ia sadar, kata-katanya akan menuai kontroversi, tetapi baginya, kejujuran tetap lebih penting ketimbang berkata manis di depan publik. Bagi Ronaldo, memberi cermin kepada Manchester United adalah bentuk cinta yang paling jujur.

3. Usai pensiun, Cristiano Ronaldo ingin menghabiskan lebih banyak waktu bersama keluarga

Meski dikenal sebagai sosok yang tak kenal lelah, wawancara ini memperlihatkan sisi lain Cristiano Ronaldo, sosok manusia yang perlahan belajar berdamai dengan waktu. Saat Morgan bertanya tentang rencana pensiun, Ronaldo menjawab lirih, “Segera, tetapi aku akan siap. Mungkin aku akan menangis.” Kalimat itu menyingkap sisi rapuh dari seorang yang selama ini tampak tak tersentuh oleh kelemahan. Ia mengakui, kendati telah mempersiapkan masa depan sejak usia 25 tahun, menghadapi akhir karier tetaplah sulit.

Ronaldo menegaskan, tidak ada hal yang bisa menggantikan adrenalin saat mencetak gol. Namun, ia juga menyadari pentingnya bab baru dalam hidupnya. Ia kini ingin lebih banyak menghabiskan waktu bersama keluarga, terutama untuk membimbing putranya, Cristiano Junior, yang tengah berkembang di akademi Al-Nassr dan tim nasional muda Portugal. Ia berbicara tentang keinginan menjadi sosok yang lebih hadir di rumah, sesuatu yang mungkin jarang bisa ia lakukan ketika hidupnya didedikasikan penuh untuk sepak bola.

Lebih lanjut, dalam wawancara itu, Ronaldo juga menyinggung statusnya sebagai miliarder. “Itu adalah tujuanku untuk mencapai angka tersebut,” katanya dengan tenang. Ia menegaskan, kekayaan bukan lagi obsesi, melainkan simbol dari kerja keras dan konsistensi. Dilansir The Athletic, dengan kontrak di Al-Nassr yang bernilai sekitar 492 juta pound sterling atau setara Rp10,725 triliun hingga 2027 dan berbagai bisnis di bawah merek CR7, Ronaldo telah menjelma sebagai ikon global yang melampaui lapangan hijau. Namun, di balik pencapaian materi itu, ia mengaku ingin hidup lebih sederhana, menikmati waktu dengan keluarga, dan menjelajahi minat baru seperti padel dan olahraga bela diri.

Wawancara ini memperlihatkan, Ronaldo kini menjadi pribadi yang ingin mencari makna, bukan lagi mengejar rekor. Ia tahu setiap karier memiliki ujung, dan tidak ada jumlah trofi kejuaraan atau kekayaan yang dapat menggantikan euforia mencetak gol. Akan tetapi, justru dari kesadaran itu, muncul sisi manusiawi yang jarang terlihat dari dirinya yang siap meninggalkan panggung dengan kepala tegak, tanpa kehilangan jati diri yang membuatnya selalu diingat.

Wawancara Cristiano Ronaldo bersama Piers Morgan kali ini menjadi refleksi masa panjang karier sepak bolanya. Ia telah bertransformasi dari ikon olahraga yang identik dengan kesempurnaan menjadi manusia yang berdamai dengan masa lalu dan bersiap menghadapi masa depan. Kejujuran tetap menjadi ciri khasnya, begitu pula keyakinan warisan sejati tidak diukur dari jumlah gol atau gelar juara, tetapi dari keberanian untuk tetap menjadi diri sendiri.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team

EditorAtqo Sy