Pada 2021, dunia sepak bola dikejutkan dengan pengumuman European Super League (ESL), sebuah rancangan kompetisi tandingan yang digagas beberapa klub elite Eropa. Kompetisi ini segera mendapatkan kecaman luas dari UEFA, FIFA, penggemar, hingga pemerintah yang menganggapnya sebagai ancaman terhadap integritas olahraga. Perkara ini bahkan sampai berlanjut ke meja hijau.
Seperti dilansir Eurosport, setelah melalui proses sidang dan peradilan, segelintir klub sepak bola elite Eropa yang berpayung di bawah A22 Sports Management dinyatakan menang sekaligus tak bersalah oleh European Court of Justice. Mereka dipersilakan melanjutkan gagasan untuk mendirikan kompetisi baru. Sebaliknya, peradilan menyatakan UEFA melanggar hukum karena telah melarang klub yang bernaung di bawahnya untuk berdikari.
Dilansir Goal, European Court of Justice mengklasifikasikan apa yang dilakukan UEFA ke dalam abuse of power. Apalagi, UEFA sempat mempersekusi beberapa klub Eropa yang terlibat dalam menggagas ide ini. Itu termasuk sederet klub English Premier League serta Real Madrid, Barcelona, dan Juventus.
Setelah rentetan drama yang terjadi, ironisnya UEFA malah mengadopsi beberapa elemen kunci dari konsep ESL dalam format baru Liga Champions Eropa (UCL) yang mulai diterapkan pada 2024/2025. Format yang dikenal dengan The Swiss Model ini menggantikan konsep fase grup yang sudah puluhan tahun diusung mereka.