Rachid Mekhloufi punya segalanya. Ia membawa Saint-Étienne empat kali juara Ligue 1 –kompetisi utama di Prancis- pada era 1950-an. Namanya kinclong, dompetnya tebal, dan usianya baru 21 tahun.
Namanya semakin bersinar saat ia membawa tim nasional Prancis menjuarai Piala Dunia Militer yang digelar di Buenos Aires, Argentina, pada 1957.
Kariernya cerah dan masa depannya cemerlang. Ia hidup serba enak di Prancis. Tapi hatinya tak tentram setiap kali mengingat Setif, kampung halamannya di Aljazair, yang terus dibombardir pesawat-pesawat Prancis.
“Saya mendapat semua kesenangan di Saint-Etienne tapi saya tidak bisa berhenti memikirkan Aljazair,” kata Mekhloufi. “Bagaimanapun saya orang Aljazair dan harus melakukan sesuatu untuk mereka.”
Aljazair saat itu memang tengah bergolak melawan prancis. Perang kemerdekaan bergulir sejak 1954 dan menewaskan lebih dari 1,5 juta orang.
Maka pada suatu malam yang dingin, dua bulan sebelum Piala Dunia 1958, Mekhloufi memutuskan hengkang ke Aljazair. Bersama sembilan rekannya sesama keturunan Aljazair mereka menyelinap ke Swiss untuk bergabung dengan tim sepak bola bentukan Front Pembebasan Aljazair (NFL) di Tunisia.
Dari Tunisia, Mekhloufi kemudian menyusun perlawanan. Bukan dengan senjata, melainkan dengan bola. “Agar orang-orang Prancis dan dunia tahu apa yang terjadi di Aljazair. Ini adalah pesan yang ingin kami sampaikan,” kata Mekhloufi.
Tim bentukkan NFL kemudian menggelar pertandingan dengan sejumlah negara, mulai dari negara-negara di Afrika Utara, Eropa Timur, hingga Asia. Mereka memainkan tak kurang dari 100 pertandingan.
Pergerakan mereka membuat Prancis berang. Prancis lalu mendesak FIFA –induk sepak bola dunia– mengucilkan NFL. Tapi seruan FIFA tak banyak didengar. Ho Chi Minh, pemimpin Vietnam, misalnya justru menjamu Mekhloufi dan tim sarapan bersama.
Dan pergerakkan Mekhloufi tak mubazir. Sebab Aljazair akhirnya mendeklarasikan kemerdekaan mereka pada Juni 1962. Mekhloufi kemudian didaulat menjadi pelatih tim nasional Aljazair dan membawa mereka untuk pertama kalinya tampil di Piala Dunia 1982.
“Mekhloufi mengubah persepsi publik di Prancis tentang perang di Aljazair, dari semula menganggap mereka sebagai teroris menjadi gerakan perjuangan untuk mendapatkan kemerdekaan,” kata Ben Bella, mantan pemain tengah Olympique de Marseille yang menjadi Presiden pertama Aljazair.
Eric Cantona, legenda Manchester United, mengabadikan kisah herorik ini dalam sebuah film berjudul Football Rebels. “Dia menukar kariernya untuk bergabung dengan gerakan revolusi. Dia memainkan dan menjadikan sepak bola sebagai alat propaganda. Dia simbol perjuangan.”
Baca Juga: Piala Dunia 2018, Ini 5 Fakta Gokil Islandia