Kehebatan Jamie Vardy saat berusia tua tidak terlepas karena dirinya sebagai late bloomer. Pemain yang lahir di Sheffield pada 11 Januari 1987 ini memang melewati perjalanan yang sangat berliku pada awal kariernya sehingga terlambat mekar. Saat berusia 16 tahun pada 2003, Vardy dilepas Sheffield Wednesday dari akademi mereka.
Ia lantas direkrut Stocksbridge Park Steels, klub yang yang saat itu bermain di Northern Premier League, kompetisi kasta kedelapan di Inggris. Vardy membela mereka sampai 2010 sebelum dibeli Halifax Town dengan harga sekitar 15 ribu poundsterling (Rp327 juta). Jumlah tersebut terbilang mahal mengingat Halifax Town juga berkompetisi di ajang yang sama.
Pada akhir 2010/2011, Vardy membantu Halifax Town menjadi juara. Ia menyumbang 25 gol dan terpilih sebagai pemain terbaik versi rekan-rekan seprofesi. Kehebatan Vardy tersebut mencuri perhatian Fleetwood Town yang bermain di National League, kompetisi kasta kelima. Ia pun diboyong pada awal 2011/2012 dan kembali menunjukkan ketajaman dengan mencetak 31 gol.
Vardy lantas memulai kisah cintanya bersama Leicester City pada 2012. Ia digaet dengan harga sekitar 1 juta poundsterling (Rp24 miliar). Saat itu, nilai tersebut menjadikannya sebagai pemain non-league termahal. Vardy lantas membawa The Foxes promosi ke Premier League pada 2014/2015. Dengan begitu, ia pun baru mencatatkan debut di kompetisi teratas Inggris ini saat berusia 27 tahun.
Semusim berselang, Vardy dan Leicester City berhasil menciptakan keajaiban. Dilatih Claudio Ranieri, mereka mampu keluar sebagai juara EPL. Vardy mencetak 24 gol sepanjang musim. Ia menorehkan 13 di antaranya dalam 11 pertandingan beruntun, sebuah rekor yang masih bertahan hingga 2024/2025 ini.