PSS Sleman ajukan protes resmi dengan kepemimpinan wasit asal Jepang Futoshi Nakamura yang dinilai merugikan PSS Sleman (pssleman.id)
Polisi sudah menetapkan tersangka pada kasus ini. Vigit Waluyo alias VW, tiga perangkat pertandingan, dan tiga lainnya, ditetapkan sebagai tersangka.
Tapi, sanksi tak hanya sebatas pada mereka. PSS bisa saja dijatuhi sanksi degradasi. Hal itu diperkuat dengan Kode Disiplin PSSI pasal 64 ayat satu dan lima, tentang korupsi.
Di ayat satu, dijelaskan ada sanksi yang harus dijatuhkan kepada individu atau kelompok yang terlibat dalam pengaturan skor. Kemudian, pada ayat lima dijelaskan bagaimana bentuk sanksi yang dijatuhkan kepada individu atau kelompok tersebut.
"Klub atau badan yang anggotanya (pemain dan/atau ofisial) melakukan pelanggaran sebagaimana diatur dalam ayat (1) dan pelanggaran tersebut dilakukan secara sistematis (contoh: dilakukan secara bersama-sama oleh beberapa anggota dari klub atau badan tersebut) dapat dikenakan sanksi: A. Diskualifikasi, untuk klub non-Liga 1 dan non-Liga 2, B. Degradasi, untuk klub partisipan Liga 1 dan Liga 2. C. Denda sekurang-kurangnya Rp150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah)," begitu bunyi Kode Disiplin PSSI Pasal 64 ayat lima.
Sementara, pasal 72 ayat 5 yang menjelaskan manipulasi pertandingan, memperkuatnya. Klub yang secara sistematis melakukan pelanggaran berupa match fixing bisa dikenakan sanksi degradasi.
Kasus ini masih bisa diusut. Sebab, dalam pasal 43 Kode Disiplin 2023 tentang batas waktu pelanggaran disiplin, tak ada deadline khusus terkait indikasi kasus korupsi di sepak bola nasional.