Paulo Dybala merupakan tipe pemain kreatif yang mampu mengatur tempo permainan dan aliran serangan tim. Visi permainan dan insting mencetak gol tajam menjadi kelebihan utamanya. Performa Dybala meroket dalam 3 musim pertamanya bersama Juventus pada 2015/2016--2017/2018. Selain jarang mengalami cedera, pelatih Juventus kala itu, Massimiliano Allegri, masih menggunakan sistem 4-2-3-1 dengan Dybala bermain sebagai gelandang nomor 10 di belakang striker. Sistem ini membuat La Joya punya ruang untuk mengeksplorasi lini depan secara bebas plus didukung dengan striker tajam yang mampu memaksimalkan umpan-umpannya.
Namun, seiring dengan perkembangan permainan sepak bola yang lebih mengutamakan fisik dan kolektivitas, peran Dybala sebagai playmaker nomor 10 makin berkurang. Sebagian besar klub-klub Serie A bermain dengan sistem 3-4-3 atau 3-5-2. Kebanyakan pelatih tidak lagi melirik gelandang serang nomor 10 sebagai pusat permainan karena semua pemain harus aktif dalam menyerang dan turun membantu pertahanan. Bagi gelandang serang kreatif seperti Dybala, sistem ini tidak cocok dengan karakternya.
La Joya harus bekerja ekstra keras untuk turun membantu pertahanan dan melakukan transisi cepat ke menyerang. Selain itu, para pelatih lebih mengandalkan penyerang dan bek sayap untuk memimpin serangan. Alhasil, peran Dybala sebagai playmaker sama sekali tidak dimaksimalkan. Ia memang berusaha beradaptasi dengan mengubah gaya bermainnya.
Terbukti, Dybala selalu dimainkan sebagai striker bukan lagi gelandang serang nomor 10. Ia beberapa kali duet dengan Matias Soule, Artem Dovbyk, atau Evan Ferguson di lini depan AS Roma pada 2025/2026. Meski Dybala mampu menyesuaikan, tetapi jumlah gol dan assist mengalami penurunan signifikan. Ia hanya mampu mencetak 6 gol dan 3 assist dalam 24 pertandingan Serie A bersama AS Roma pada 2024/2025. Dybala bahkan baru mencetak 2 gol dan 1 assist dalam 9 laga di berbagai ajang per 4 November 2025.
Penurunan karier Dybala di Serie A disebabkan berbagai faktor, seperti masalah kebugaran, kurangnya stabilitas tim akibat sering mengganti pelatih, dan perubahan sistem permainan. Kondisi ini berdampak kepada prestasi La Joya baik di level klub maupun Timnas Argentina. Dybala jarang memenangkan penghargaan individu bulanan maupun musiman. Ia juga sering tidak dipanggil ke Timnas Argentina, seperti ketika berkompetisi di Copa America 2024. Dengan usianya yang sudah memasuki 31 tahun, mampukah Dybala mengembalikan performanya seperti 3 musim pertamanya bersama Juventus silam?