Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi pemain sedang mengontrol bola di kaki
ilustrasi pemain sedang mengontrol bola di kaki (unsplash.com/frantzou)

Intinya sih...

  • Paulo Dybala sering mengalami cedera dalam 5 musim terakhir, mempengaruhi penampilannya dan absen dalam banyak pertandingan.

  • Perubahan taktik dan sistem permainan di klubnya membuat peran Dybala sebagai playmaker tidak maksimal, sehingga kontribusinya menurun.

  • Penurunan tim yang dibelanya, seperti Juventus dan AS Roma, juga mempengaruhi performa Dybala karena kurangnya stabilitas dan konsistensi.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Paulo Dybala gagal mengeksekusi penalti dalam kekalahan AS Roma 0-1 dari AC Milan pada pekan kesepuluh Serie A Italia 2025/2026. Pemain berjuluk La Joya itu mendapat kritik pedas dari media-media Italia dan fans AS Roma akibat kegagalan tersebut. Tidak sedikit yang menyebut karier pemain berusia 31 tahun itu sudah melewati masa jayanya.

Anggapan tersebut sudah terdengar sejak Dybala menjalani 2 musim terakhir bersama Juventus pada 2020/2021. Ia hanya mencetak 4 gol dan 3 assist dalam 20 pertandingan Serie A. Berbagai faktor membuat penampilannya tidak maksimal dan gagal memberikan kontribusi kepada performa tim. Padahal, Dybala pernah dianggap sebagai penerus Lionel Messi di Timnas Argentina ketika tampil memukau dalam 3 musim pertamanya bersama Juventus pada 2015/2016--2017/2018. Catatan golnya selalu mencapai 2 digit dengan puncaknya mencetak 22 gol dalam 33 laga Serie A 2017/2018.

Lantas, mengapa karier Paulo Dybala kian menunjukkan tanda-tanda penurunan dalam 5 musim terakhir sejak 2020/2021?

1. Berulang kali mengalami cedera membuat performanya merosot

Paulo Dybala kerap kali mengalami cedera dalam 5 musim terakhir sejak 2020/2021. Ia memang tidak menderita cedera yang membuatnya absen dalam semusim penuh. Namun, rangkaian masalah kebugaran cukup mengganggu penampilannya.

Menurut Transfermarkt, Dybala absen selama 136 hari dan melewatkan 21 pertandingan di semua kompetisi bersama Juventus pada 2020/2021. Ia mengalami masalah otot dan lutut ligamen yang membuatnya tidak bisa memperkuat I Bianconeri. Alhasil, ia hanya mencetak 5 gol dan 4 assist dalam 26 laga di semua kompetisi. Padahal, Dybala sebelumnya mampu menorehkan 17 gol dan 14 assist dalam 46 laga di berbagai ajang pada 2019/2020.

Catatannya membaik ketika memasuki musim terakhirnya bersama Juventus pada 2021/2022. Ia menorehkan 15 gol dan 6 assist dalam 39 laga di semua kompetisi. Namun, Dybala harus absen dalam 105 hari dan melewatkan 23 pertandingan di semua kompetisi akibat menderita cedera yang berhubungan dengan otot. Nasibnya tidak kunjung membaik kala pindah ke AS Roma pada musim panas 2022. Masalah kebugaran membuatnya tidak pernah bermain sampai 30 pertandingan Serie A dalam 3 musim terakhir bersama I Giallorossi.

2. Penurunan tim yang dibela mempengaruhi peran Dybala dalam tim

Nasib Paulo Dybala makin diperparah dengan situasi klub yang dibelanya dalam 5 musim terakhir, yaitu Juventus dan AS Roma. Kedua tim kerap kali menggonta-ganti pelatih yang bikin performa tim menurun dan tidak ada stabilitas. Misalnya, Juventus memutuskan merekrut Andrea Pirlo sebagai pelatih pada 2020/2021. Kurangnya pengalaman Pirlo membuat performa Juventus inkonsisten yang berujung gagal mempertahankan dominasi di Serie A. Kehadiran Massimiliano Allegri, sosok yang merekrut Dybala ke Juventus juga tidak banyak membantu pada 2021/2022.

Kondisi lebih parah Dybala alami ketika bergabung dengan AS Roma pada musim panas 2022. Ia ketika itu dilatih Jose Mourinho. I Giallorossi memang mencapai final Liga Europa (UEL), tetapi performa tim cenderung inkonsisten. Situasi kian memburuk ketika memasuki paruh pertama 2023/2024. Penampilan AS Roma makin memburuk sehingga Mourinho dipecat pada Januari 2024 dan digantikan Daniele De Rossi.

Situasi I Giallorossi makin tidak menentu pada 2024/2025. Manajemen AS Roma sampai mengganti pelatih dua kali. Daniele De Rossi dipecat pada September 2024 dan digantikan Ivan Juric. Namun, penampilan buruk AS Roma membuat Juric hanya bertahan selama 53 hari usai dipecat pada November 2024. Manajemen I Giallorossi memutuskan merekrut pelatih veteran, Claudio Ranieri, sampai akhir 2024/2025. AS Roma kini ditangani pelatih senior lainnya, Gian Piero Gasperini, sejak Juni 2025.

3. Perubahan taktik dan sistem permainan membuat peran Dybala sebagai playmaker tidak maksimal

Paulo Dybala merupakan tipe pemain kreatif yang mampu mengatur tempo permainan dan aliran serangan tim. Visi permainan dan insting mencetak gol tajam menjadi kelebihan utamanya. Performa Dybala meroket dalam 3 musim pertamanya bersama Juventus pada 2015/2016--2017/2018. Selain jarang mengalami cedera, pelatih Juventus kala itu, Massimiliano Allegri, masih menggunakan sistem 4-2-3-1 dengan Dybala bermain sebagai gelandang nomor 10 di belakang striker. Sistem ini membuat La Joya punya ruang untuk mengeksplorasi lini depan secara bebas plus didukung dengan striker tajam yang mampu memaksimalkan umpan-umpannya.

Namun, seiring dengan perkembangan permainan sepak bola yang lebih mengutamakan fisik dan kolektivitas, peran Dybala sebagai playmaker nomor 10 makin berkurang. Sebagian besar klub-klub Serie A bermain dengan sistem 3-4-3 atau 3-5-2. Kebanyakan pelatih tidak lagi melirik gelandang serang nomor 10 sebagai pusat permainan karena semua pemain harus aktif dalam menyerang dan turun membantu pertahanan. Bagi gelandang serang kreatif seperti Dybala, sistem ini tidak cocok dengan karakternya.

La Joya harus bekerja ekstra keras untuk turun membantu pertahanan dan melakukan transisi cepat ke menyerang. Selain itu, para pelatih lebih mengandalkan penyerang dan bek sayap untuk memimpin serangan. Alhasil, peran Dybala sebagai playmaker sama sekali tidak dimaksimalkan. Ia memang berusaha beradaptasi dengan mengubah gaya bermainnya.

Terbukti, Dybala selalu dimainkan sebagai striker bukan lagi gelandang serang nomor 10. Ia beberapa kali duet dengan Matias Soule, Artem Dovbyk, atau Evan Ferguson di lini depan AS Roma pada 2025/2026. Meski Dybala mampu menyesuaikan, tetapi jumlah gol dan assist mengalami penurunan signifikan. Ia hanya mampu mencetak 6 gol dan 3 assist dalam 24 pertandingan Serie A bersama AS Roma pada 2024/2025. Dybala bahkan baru mencetak 2 gol dan 1 assist dalam 9 laga di berbagai ajang per 4 November 2025.

Penurunan karier Dybala di Serie A disebabkan berbagai faktor, seperti masalah kebugaran, kurangnya stabilitas tim akibat sering mengganti pelatih, dan perubahan sistem permainan. Kondisi ini berdampak kepada prestasi La Joya baik di level klub maupun Timnas Argentina. Dybala jarang memenangkan penghargaan individu bulanan maupun musiman. Ia juga sering tidak dipanggil ke Timnas Argentina, seperti ketika berkompetisi di Copa America 2024. Dengan usianya yang sudah memasuki 31 tahun, mampukah Dybala mengembalikan performanya seperti 3 musim pertamanya bersama Juventus silam?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team