Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi jersey Tottenham Hotspur (pexels.com/KadinEksteen)
ilustrasi jersey Tottenham Hotspur (pexels.com/KadinEksteen)

Tottenham Hotspur membuat keputusan mengejutkan dengan memecat Ange Postecoglu pada 6 Juni 2025. Dilansir laman resmi Tottenham, klub mengucapkan terima kasih kepada pelatih asal Australia itu atas kontribusinya terutama pencapaian meraih gelar juara Liga Europa (UEL) 2024/2025. Postecoglu mengakhiri masa baktinya bersama Tottenham sejak pertama kali ditunjuk sebagai pelatih pada musim panas 2023.

Beragam reaksi muncul terkait langkah yang diambil manajemen klub berjuluk The Lilywhites. Misalnya, dilansir Sky Sports, eks pelatih Manchester United, Louis van Gaal, tidak terkejut dengan pemecatan Postecoglu jika melihat performa Tottenham di English Premier League (EPL) 2024/2025. Sementara itu, pelatih Timnas Inggris, Thomas Tuchel, berujar bahwa trofi atau gelar juara tidak menjamin posisi pelatih aman dari pemecatan.

Tottenham memang tampil buruk di EPL dan finis di peringkat ke-17 pada 2024/2025. Meski begitu, Postecoglu berhasil mengakhiri tren buruk Tottenham yang puasa gelar juara selama 17 tahun dengan menjuarai UEL. Lantas, kenapa manajemen Tottenham membuat keputusan brutal dengan memecat Postecoglu?


1. Tottenham menjalani musim terburuk di EPL usai finis di peringkat 17

Tidak bisa dipungkiri performa Tottenham begitu buruk di EPL 2024/2025. The Lilywhites finis di peringkat ke-17 dengan perolehan 38 poin. Menurut statistik di laman resmi Premier League, Tottenham hanya meraih 11 kemenangan, 5 berimbang, dan 22 kekalahan dalam 38 pertandingan EPL 2024/2025. Lebih detail, The Lilywhites mencetak 64 gol, kebobolan 65 kali, dan mencatat 6 nirbobol. Artinya, Tottenham mengakhiri EPL 2024/2025 dengan selisih gol -1.

Rekor buruk tersebut menjadi dasar manajemen Tottenham memecat Ange Postecoglu. Melalui laman resminya, manajemen Tottenham dengan tegas menyatakan EPL 2024/2025 adalah musim terburuk sepanjang sejarah klub meski meraih gelar juara UEL merupakan pencapaian terbaik. Manajemen The Lilywhites melihat perlu melakukan perubahan agar bisa bersaing di papan atas secara konsisten. Maka dari itu, keputusan memecat Postecoglu dinilai sebagai langkah terberat yang harus diambil.


2. Gaya permainan Postecoglu terlalu naif untuk diterapkan

Ange Postecoglu mengedepankan permainan menyerang dengan menekankan garis pertahanan tinggi dan efektivitas. Ia selalu menggunakan formasi 4-2-3-1 atau 4-3-3 dengan memainkan dua bek sayap berkarakter menyerang, gelandang bertahan yang dapat membantu lini pertahanan, dan penyerang cepat di sisi sayap. Sistem tersebut terbukti berhasil kala Postecoglu menangani Yokohama F. Marinos dan Celtic. Tottenham sendiri awalnya terlihat menjanjikan kala mencatat rekor tak terkalahkan dalam sepuluh laga awal EPL 2023/2024 dan finis di peringkat kelima.

Namun, Postecoglu tetap memaksakan permainan tersebut meski situasi tidak mendukung bagi Tottenham. Misalnya, ketika Tottenham kalah 1-4 dari Chelsea pada pekan 11 EPL 2023/2024. The Lilywhites bermain dengan sembilan pemain, tetapi Postecoglu tetap menginstruksikan Cristian Romero dan Destiny Udogie bermain di garis pertahanan tinggi alih-alih lebih turun ke belakang. Tottenham memang mencetak 74 gol di EPL 2023/2024 dan 64 gol pada 2024/2025. Namun, rekor kebobolan The Lilywhites termasuk buruk dengan 61 gol di EPL 2023/2024 dan 65 gol pada 2024/2025.

3. Perubahan taktik akibat badai cedera memperburuk situasi Tottenham di EPL

Postecoglu mengalami kendala besar kala memasuki musim keduanya menangani Tottenham. Sebagian besar pemain senior menderita cedera parah dan kambuhan sehingga absen dalam waktu yang cukup lama. Dilansir laman resmi Premier League, Tottenham merupakan klub EPL kedua dengan rekor cedera terbanyak dengan rata-rata absen selama 41 laga atau 1.553 hari pada 2024/2025. Awalnya, Postecoglu masih tidak mengubah gaya permainan Tottenham yang menyerang dengan garis pertahanan tinggi.

Namun, para pemain di lini pertahanan Tottenham mulai banyak yang cedera dan penampilan kurang konsisten dari para penggantinya. Misalnya, Guglielmo Vicario yang absen selama 78 hari akibat cedera engkel, Micky van de Ven harus beristirahat selama total 134 hari akibat komplikasi cedera otot dan lutut. Alhasil, Postecoglu mengubah taktik menjadi lebih bertahan dan mengedepankan serangan balik, terutama kala berlaga di UEL. Strategi ini menjadi kunci keberhasilan Tottenham menjuarai UEL 2024/2025, tetapi memberikan efek buruk di EPL. 

Pemecatan Postecoglu membuktikan ucapan Thomas Tuchel soal meraih trofi juara tidak menjamin posisi pelatih aman ada benarnya. Meski memberikan prestasi luar biasa kepada Tottenham, tetapi buruknya performa di EPL menjadi alasan utama manajemen mendepak pelatih asal Australia itu. Kabarnya, pelatih Brentford, Thomas Frank, menjadi kandidat kuat pengganti Postecoglu. Siapapun pengganti Postecoglu, akankah ia dapat membawa Tottenham bersaing di papan atas dan meraih trofi?


This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team

EditorAtqo Sy