Sebelum sukses di musim 2016/17, sebenarnya sudah banyak investasi yang ManCity lakukan. Pertama, mereka membentuk Elite Development Squad (EDS), sebagai akademi tempat mereka menelurkan bintang-bintang muda.
Pada musim 2013/14, ManCity membentuk sebuah konsorsium besar bernama City Football Group Limited. Konsorsium inilah yang jadi sumber besar pendanaan ManCity, sekaligus juga jadi ladang dalam pencarian pemain-pemain bertalenta.
Berbagai kebijakan ini perlahan membuat ManCity menjadi besar. Perubahan mereka pun komplet seiring kehadiran Pep Guardiola pada musim 2016/17. Pria asal Spanyol inilah yang menyuntikkan mental juara di skuad The Citizens.
Dengan keuangan yang lebih teratur, plus hadirnya Guardiola yang sudah matang bersama Barcelona dan Bayern Munich, ManCity mulai berbenah. Mereka berinvestasi tidak cuma pada bintang, tetapi juga bakat-bakat muda.
EDS pelan-pelan mulai menghasilkan talenta yang bisa diandalkan tim utama, salah satunya Phil Foden. Belum lagi ada Jadon Sancho, Angelino, hingga Kelechi Iheanacho yang juga bersinar di klub-klub lain.
Selain itu, manajemen klub pun mereka perkuat. Mereka merenovasi markasnya dan mengubah nama kandang menjadi Etihad Stadium. Tempat latihan mereka, Etihad Campus, juga tak lepas dari pembenahan.
Dengan membenahi hal-hal di luar lapangan, Guardiola pun dengan enak mampu mengatur apa saja di dalam lapangan. Dia memadukan kemampuan para bintang di skuad, dengan pemain muda yang naik kelas dari akademi.
Guardiola juga tak jarang melakukan bongkar pasang skuad, ketika ada pemain-pemain yang dinilai berpotensi memperkuat atau malah menghancurkan tim. Hasilnya? Deretan trofi, plus gelar Liga Champions 2022/23 datang.
Tentu ini bukan hanya hasil dari sulap dalam semalam atau proyek candi yang sering diceritakan dalam dongeng kepada anak-anak Indonesia. Lewat ragam transformasi dan investasi, ManCity memantapkan diri sebagai tim yang tak tersentuh musim ini.