Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi penjaga gawang (Pexels/Daniil Kondrashin)
ilustrasi penjaga gawang (Pexels/Daniil Kondrashin)

Intinya sih...

  • Opsi menarik untuk penjaga gawang yang sudah masuk usia senior

  • Kiper rookie juga sering dapat posisi ini

  • Butuh mental baja untuk berada di posisi itu

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Apa pun posisinya, menjadi pilihan pertama adalah tujuan semua atlet sepak bola. Namun, dalam persaingan yang ketat ini, sebagian harus ikhlas jadi pilihan kesekian. Apalagi, untuk posisi kiper yang jarang terdampak rotasi. Saat jadi kiper cadangan, diturunkan saja sudah untung. Itu pun biasanya karena kondisi mendesak atau memang sedang melakoni laga yang tak penting-penting amat.

Masalahnya, biasanya tim punya 3 kiper: 1 kiper utama dan 2 kiper cadangan. Kiper kedua biasanya masih dapat jatah bermain yang lumayan. Lantas, bagaimana nasib kiper ketiga? Apakah ini mimpi buruk buat seorang atlet?

1. Opsi menarik untuk penjaga gawang yang sudah masuk usia senior

Posisi kiper ketiga ternyata cukup spesifik. Dari beberapa sumber yang diwawancarai dan difitur beberapa media seperti BBC, The Athletic, ESPN, dan Goalkeeper.com, mayoritas kiper pilihan ketiga berusia lebih tua dari kiper utama dan kiper kedua. Misalnya saja Marcus Bettinelli, Mark Schwarzer, dan Robert Green yang pernah jadi kiper ketiga Chelsea. Begitu pula dengan Tom Heaton di Manchester United, Francesco Rossi di Atalanta BC, Hidajet Hankic di FK Rostov, dan lain sebagainya.

Mereka yang masuk kategori ini biasanya memang sudah melewati usia emas, tetapi punya nilai plus berupa pengalaman dan perspektif yang mungkin dibutuhkan tim. Sebagai timbal baliknya, mereka jadi punya opsi memperpanjang masa karier dan dapat gaji tetap, setidaknya sampai mereka siap pensiun beberapa tahun lagi. Intensitas latihan mereka biasanya berbeda dengan kiper utama dan kedua. Stamina bukan prioritas karena kemungkinan mereka diturunkan sebagai starter yang harus main sejak menit awal cukup kecil. Jadi, fokusnya akan dialihkan pada kelenturan dan konsentrasi. Intinya, kiper ketiga harus tetap siap bermain dan siaga di lapangan untuk situasi darurat.

2. Kiper rookie juga sering dapat posisi ini

Tidak hanya kiper senior yang menempati posisi itu. Sebagian kiper ketiga juga berusia sangat muda. Biasanya mereka lulusan akademi yang baru masuk ke ranah profesional. Pada 2025/2026, Paul Argney di Le Havre AC, Niek Schiks di PSV Eindhoven, dan Daniil Veselov di Lokomotiv Moskow bisa jadi contohnya.

Khusus buat kiper rookie alias pemula, jadi kiper ketiga atau pilihan terakhir bisa dilihat sebagai batu loncatan. Mereka bisa memanfaatkan matchday dan sesi latihan untuk belajar dan menyerap pengalaman sebanyak mungkin. Kasus menarik datang dari Karl Hein yang jadi kiper ketiga di Arsenal selama beberapa musim sebelum akhirnya dipinjamkan ke Real Valladolid agar dapat menit bermain. Setelah berhasil merebut posisi kiper utama di klub Spanyol itu sepanjang 2024/2025, Hein yang kembali ke Arsenal kini dilirik Werder Bremen berdasar laporan Goal.

3. Butuh mental baja untuk berada di posisi itu

Kasus Karl Hein adalah bukti kalau kiper ketiga tidak selamanya dilihat sebagai posisi yang menyedihkan Tergantung situasi karier masing-masing atlet. Makin muda, makin mudah bagi mereka untuk mengambil kesempatan dan peluang untuk bermain. Bisa berlatih sekeras mungkin untuk bersaing dengan rekan setim atau menurunkan ego dan berbesar hati dipinjamkan kepada klub lain demi membuka peluang dapat menit bermain.

Namun, yang pasti untuk berada di posisi itu, mental baja dan manajemen emosi yang mumpuni diperlukan. Sebagai atlet, ego untuk turun ke lapangan dan berkontribusi langsung dalam sebuah pertandingan sulit untuk ditampik. Belum lagi pandangan miring yang menganggap mereka makan gaji buta. Dilema ini mungkin akan dirasakan kiper yang sudah masuk usia akhir 20-an. Terlalu muda untuk berdiam diri, tetapi terlalu tua pula untuk mempertahankan asa jadi kiper utama. Apalagi, bila tim yang mereka bela sudah menemukan kiper utama seumuran atau bahkan lebih muda.

Namun, pada akhirnya semua kembali pada tujuan dan visi personal atlet. Tak semua atlet berambisi untuk jadi tersohor. Sebagian sama seperti pekerja biasa, hanya butuh penghasilan tetap demi bertahan hidup.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team