Tidak dapat dipungkiri, banyak voters yang lebih sering dan senang ditarik ke sana-sini oleh calon pemimpin mau pun incumbent PSSI. Dirayu, diiming-imingi, dimanfaatkan, dan pada akhirnya voters itu sendiri menikmati dan memanfaatkan posisinya saat diboyong ke sana-kemari.
Namun demikian, diakui La Nyalla, masih ada voters yang teguh berdaulat dengan suaranya. Tapi, jumlahnya tidak banyak. Kebanyakan memilih pragmatis. Larut dengan cara-cara yang sudah dianggap kebiasaan alias transaksional. Bahasa pasarnya; 'wani piro?'. Sebuah pola pikir dan kebiasaan yang menurutnya akan membuat sepakbola bakal jauh dari perubahan.
"Kebiasaan transaksional secara otomatis akan menggiring pilihan voters bukan berdasarkan logika dan nurani sepak bola untuk perubahan, tapi cenderung menjadi pilihan praktis dan hanya demi keuntungan sesaat atau keuntungan kelompok. Jika menyangkut besaran nominal uang, anggap saja motif hadir ke kongres hanya semacam mencari gaji ke-13, ke-14, dan seterusnya," ujar Ketua DPD periode 2019-2024 itu.