Dilansir The Athletic, Thomas Tuchel membangun identitas baru yang disebut sebagai Team England, sebuah konsep yang menempatkan energi, keberanian, dan agresivitas terukur sebagai dasar utama permainan. Identitas ini mendorong Timnas Inggris untuk tampil lebih direct, lebih progresif, dan lebih percaya diri dalam tiap fase serangan. Pendekatan tersebut menjadi pembeda paling jelas dari era sebelumnya, karena Inggris kini mengeksekusi permainan dengan tempo yang lebih efektif dan intensitas yang konsisten.
Perubahan identitas itu juga tercermin dalam dinamika internal skuad. Para pemain merasakan suasana kamp yang lebih positif, kompetitif, dan bebas dari hierarki berbasis reputasi. Tuchel menegaskan, tidak ada pemain yang mendapat karpet merah bila tidak sesuai struktur permainan. Ini terlihat dari keputusan mempertahankan Morgan Rogers meski Jude Bellingham sudah pulih menjadi bukti nyata pendekatan tersebut. Bahkan Phil Foden, salah satu nama besar Inggris, tetap harus menyesuaikan diri dengan rencana permainan bila ingin mempertahankan tempatnya di lapangan.
Pendekatan itu berlanjut di sektor sayap, di mana Tuchel menuntut agresivitas tinggi alih-alih bergantung pada ketenaran pemain. Wingers dipilih berdasarkan kemampuan menekan, berlari ke ruang, serta konsistensi dalam menjaga intensitas. Relasi permainan menjadi lebih cair berkat kombinasi pemain yang sudah saling mengenal di level klub, seperti Reece James dan Noni Madueke di sisi kanan, serta Anthony Gordon dan Tino Livramento di sisi kiri. Koneksi alami itu mempercepat pemahaman taktik dan membuat pola serangan Inggris tampak lebih efisien.
Di tengah perubahan tersebut, persaingan internal menjadi penggerak yang menjaga kualitas tim tetap tinggi. Posisi number 10 diperebutkan Morgan Rogers, Bellingham, Foden, Eberechi Eze, dan Cole Palmer, menunjukkan kedalaman yang belum pernah dimiliki Inggris dalam beberapa tahun terakhir. Selain itu, persaingan di bek kiri yang melibatkan Djed Spence, Livramento, Myles Lewis-Skelly, dan Nico O’Reilly, sementara Marcus Rashford dan Gordon saling mendorong performa satu sama lain di sayap kiri. Atmosfer kompetitif itu membuat latihan berjalan dengan intensitas tinggi dan setiap pemain terdorong untuk memenuhi standar permainan yang ditetapkan staf pelatih.
Dengan seluruh perubahan tersebut, Tuchel berhasil melepaskan Inggris dari jebakan lama golden generation yang kerap mengutamakan reputasi pemain dibanding kebutuhan taktis. Ia menetapkan, fungsi dalam sistem adalah satu-satunya alasan seseorang layak bermain. Pendekatan ini membuat Inggris tampil lebih kompak, lebih terarah, dan lebih siap menghadapi tantangan besar yang akan datang.
Inggris menunjukkan dominasi mereka bukan sekadar hasil kualitas pemain, melainkan buah dari sistem yang matang dan mentalitas yang kuat. Dengan fondasi yang sudah terbentuk, Inggris diyakini menjadi salah satu tim Piala Dunia 2026 yang paling siap menghadapi tekanan dan intensitas turnamen.