Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
tribun Timnas Inggris
potret tribun Timnas Inggris (pexels.com/Charles A. Pickup)

Intinya sih...

  • Struktur taktik yang stabil dan efisien membuat lawan sulit membaca permainan Inggris

  • Pertahanan solid Inggris lahir dari kolektivitas antara pemain bertahan dan gelandang pivot

  • Thomas Tuchel lebih mementingkan kebutuhan taktik ketimbang reputasi pemain

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Tim Nasional Inggris menunjukkan kedigdayaan mereka dalam Kualifikasi Piala Dunia 2026 Grup K zona Eropa. Mereka menorehkan 7 kemenangan dalam 7 laga dengan catatan 20 gol tanpa kebobolan. Performa konsisten ini memperlihatkan struktur permainan yang matang, eksekusi taktis yang presisi, serta mentalitas kompetitif yang terus berkembang.

Pencapaian tersebut tidak hadir secara instan. Pelatih Thomas Tuchel sempat diragukan publik pada masa awal memimpin Timnas Inggris karena fondasi taktis yang terus berubah-ubah sejak awal 2025. Kini, ia mengarahkan timnya untuk tampil lebih agresif, lebih cepat mengambil keputusan, dan lebih berani mengambil risiko pada tiap fase pertandingan. Hasilnya, The Three Lions menjadi salah satu tim paling dominan di Eropa selama kualifikasi.

1. Struktur taktik yang stabil dan efisien membuat lawan sulit membaca permainan Inggris

Thomas Tuchel mempertahankan struktur dasar 4-4-1-1 yang fleksibel dalam fase build-up, termasuk pola 2-3-5, 3-2-5, hingga 2-1-7. Struktur ini membuat Inggris tampil fluid, tetapi tetap terorganisasi dalam tiap tahapan permainan. Pergeseran formasi tersebut mempermudah tim mengatasi pressing lawan serta membangun serangan dengan ritme yang cepat dan terarah.

Kedua full-back, Reece James dan rotasi antara Djed Spence, Tino Livramento, atau Nico O’Reilly, berperan vital dalam progresi bola. Para bek sayap ini bergerak melebar sehingga blok defensif lawan merentang dan menciptakan ruang. Dampaknya, Inggris mampu memanfaatkan celah di half-space maupun zona sentral untuk mempercepat sirkulasi bola.

Tuchel memilih menempatkan pemain pada posisi natural alih-alih memaksakan seluruh bintang tampil bersamaan. Keputusan ini membuat struktur permainan lebih seimbang dan minim celah, terutama ketika Jude Bellingham, Phil Foden, dan Harry Kane tidak selalu bisa dimainkan bersamaan dalam satu sistem. Kompetisi sehat antara pemain seperti Morgan Rogers, Eberechi Eze, dan Cole Palmer memperkuat dinamika posisi number 10.

Pemain seperti Elliot Anderson, Declan Rice, dan Morgan Rogers menjalankan instruksi taktis dengan disiplin tinggi. Anderson mengisi zona 24 meter tengah dengan stabilitas, sementara Rice menjaga ritme dan kerapian blok pertahanan. Rogers membantu akselerasi permainan melalui counter-pressing agresif dan mobilitas di belakang Kane.

Dengan semua elemen tersebut, The Three Lions tampil lebih berani memainkan bola, lebih intens dalam menekan, dan lebih cepat mengeksekusi peluang. Kombinasi stabilitas struktur dan eksekusi taktis membuat mereka sangat sulit dibongkar lawan sepanjang kualifikasi. Inggris akhirnya mengontrol hampir seluruh laga dengan dominasi yang konsisten.

2. Pertahanan solid Inggris lahir dari kolektivitas antara pemain bertahan dan gelandang pivot

Pertahanan Inggris mencatatkan rekor mengesankan dengan tidak kebobolan dalam tujuh laga kualifikasi. Kombinasi John Stones dengan Ezri Konsa atau Marc Guehi menciptakan pasangan bek tengah yang komplementer dalam membaca situasi pertandingan. Konsistensi keduanya dalam menjaga lini belakang mendukung kualitas rest defense yang disiplin.

Jordan Pickford masih tampil sebagai figur sentral di bawah mistar dan tetap menjadi pilihan utama. Ketepatan penempatan posisi, kemampuan distribusi, serta ketenangannya dalam situasi tertekan memberikan stabilitas tambahan. Pickford memainkan peran penting dalam menjaga momentum tim dengan intervensi yang konsisten.

Sementara itu, double pivot Declan Rice dan Elliot Anderson memberikan pilar pertahanan yang luar biasa kokoh. Keduanya memotong potensi serangan balik, menjaga jarak antar lini, serta melindungi area di belakang number 10. Kualitas Anderson sebagai gelandang muda yang cepat beradaptasi membuat lini tengah Inggris lebih dinamis dan seimbang.

Dengan kualitas skuad yang ada saat ini, Inggris jarang menghadapi ancaman serius karena pemilihan pemain Tuchel didasarkan pada kecocokan sistem, bukan reputasi. Counter-press yang efektif dan penguasaan ruang di blok tengah mengurangi peluang lawan melakukan progresi. Satu-satunya evaluasi signifikan datang dari kekalahan 1-3 melawan Senegal pada Juni 2025, tetapi Thomas Tuchel menjadikan hal tersebut pembelajaran dan segera merevisi struktur pressing.

Pertahanan The Three Lions tidak hanya bertumpu kepada kemampuan pemain secara individual, tetapi juga lahir dari pola kerja kolektif yang terorganisir. Struktur yang solid itu membuat lawan kesulitan menciptakan peluang berbahaya sepanjang laga. Situasi tersebut menunjukkan, pendekatan defensif Tuchel berjalan sangat efektif.

3. Thomas Tuchel lebih mementingkan kebutuhan taktik ketimbang reputasi pemain

Dilansir The Athletic, Thomas Tuchel membangun identitas baru yang disebut sebagai Team England, sebuah konsep yang menempatkan energi, keberanian, dan agresivitas terukur sebagai dasar utama permainan. Identitas ini mendorong Timnas Inggris untuk tampil lebih direct, lebih progresif, dan lebih percaya diri dalam tiap fase serangan. Pendekatan tersebut menjadi pembeda paling jelas dari era sebelumnya, karena Inggris kini mengeksekusi permainan dengan tempo yang lebih efektif dan intensitas yang konsisten.

Perubahan identitas itu juga tercermin dalam dinamika internal skuad. Para pemain merasakan suasana kamp yang lebih positif, kompetitif, dan bebas dari hierarki berbasis reputasi. Tuchel menegaskan, tidak ada pemain yang mendapat karpet merah bila tidak sesuai struktur permainan. Ini terlihat dari keputusan mempertahankan Morgan Rogers meski Jude Bellingham sudah pulih menjadi bukti nyata pendekatan tersebut. Bahkan Phil Foden, salah satu nama besar Inggris, tetap harus menyesuaikan diri dengan rencana permainan bila ingin mempertahankan tempatnya di lapangan.

Pendekatan itu berlanjut di sektor sayap, di mana Tuchel menuntut agresivitas tinggi alih-alih bergantung pada ketenaran pemain. Wingers dipilih berdasarkan kemampuan menekan, berlari ke ruang, serta konsistensi dalam menjaga intensitas. Relasi permainan menjadi lebih cair berkat kombinasi pemain yang sudah saling mengenal di level klub, seperti Reece James dan Noni Madueke di sisi kanan, serta Anthony Gordon dan Tino Livramento di sisi kiri. Koneksi alami itu mempercepat pemahaman taktik dan membuat pola serangan Inggris tampak lebih efisien.

Di tengah perubahan tersebut, persaingan internal menjadi penggerak yang menjaga kualitas tim tetap tinggi. Posisi number 10 diperebutkan Morgan Rogers, Bellingham, Foden, Eberechi Eze, dan Cole Palmer, menunjukkan kedalaman yang belum pernah dimiliki Inggris dalam beberapa tahun terakhir. Selain itu, persaingan di bek kiri yang melibatkan Djed Spence, Livramento, Myles Lewis-Skelly, dan Nico O’Reilly, sementara Marcus Rashford dan Gordon saling mendorong performa satu sama lain di sayap kiri. Atmosfer kompetitif itu membuat latihan berjalan dengan intensitas tinggi dan setiap pemain terdorong untuk memenuhi standar permainan yang ditetapkan staf pelatih.

Dengan seluruh perubahan tersebut, Tuchel berhasil melepaskan Inggris dari jebakan lama golden generation yang kerap mengutamakan reputasi pemain dibanding kebutuhan taktis. Ia menetapkan, fungsi dalam sistem adalah satu-satunya alasan seseorang layak bermain. Pendekatan ini membuat Inggris tampil lebih kompak, lebih terarah, dan lebih siap menghadapi tantangan besar yang akan datang.

Inggris menunjukkan dominasi mereka bukan sekadar hasil kualitas pemain, melainkan buah dari sistem yang matang dan mentalitas yang kuat. Dengan fondasi yang sudah terbentuk, Inggris diyakini menjadi salah satu tim Piala Dunia 2026 yang paling siap menghadapi tekanan dan intensitas turnamen.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team