Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan saat menghadiri acara di Stadion Nef (instagram.com/rterdogan)
Merujuk tulisan Daghar Irak berjudul "Football in Turkey During the Erdoğan Regime" dalam jurnal Soccer & Society, sejak Justice and Development Party (AKP) yang menaungi Recep Tayyip Erdogan memenangi pemilu, mereka dengan sistematis melakukan berbagai cara untuk membungkam kritik dan membatasi pergerakan oposisi. Termasuk dalam sepak bola yang sejak lama jadi panggung politik untuk beberapa tokoh dan komunitas penggemar.
Kecenderungan tersebut akhirnya termanifestasi secara legal lewat referendum konstitusi tahun 2010. Sejak saat itu, keterlibatan pemerintah dalam berbagai aspek kehidupan warga Turki makin besar, tak terkecuali dalam mempengaruhi keputusan-keputusan yang diambil Turkish Football Federation (TFF).
Berbagai terobosan kebijakan yang diambil TFF berdasarkan rekomendasi pemerintah pun menuai kontra, terutama dari kalangan sekuler dan antipemerintah. Misalnya saja restriksi penjualan miras, sanksi lebih berat untuk perusuh, sampai penetapan skema penjualan tiket baru (Passolig) yang dipercaya dilakukan untuk mengumpulkan data pribadi penggemar guna menyaring kelompok-kelompok antipemerintah.
TFF dan pemerintah sendiri berargumen kebijakan-kebijakan tersebut ditetapkan dengan tujuan mengurangi hooliganism dan aksi kekerasan dalam pertandingan sepak bola. Namun, ini justru direspons penggemar dengan menolak menonton pertandingan di stadion yang semakin memperparah kondisi keuangan klub.
Pemerintah dan TFF juga sempat memenjarakan beberapa petinggi klub karena kasus pengaturan skor. Namun, dalam prosesnya, hasil persidangannya selalu bergantung pada kedekatan pihak-pihak yang bersangkutan dengan AKP dan Erdogan. Tak heran bila beberapa petinggi klub bisa bebas melakukan berbagai pelanggaran dan aksi tak disiplin karena absennya sanksi yang jelas.