Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Presiden klub Arema FC yang baru, Gilang Widya Pramana bersama perwakilan direksi Arema FC, Iwan Budianto usai perkenalan di Stadion Kanjuruhan. Dok/Arema FC

Jakarta, IDN Times - Founder Football Institute, Budi Setiawan, menyebut bahwa mundurnya Gilang Widya Pramana sebagai Presiden Arema FC bukanlah bentuk tanggung jawab dari tragedi Kanjuruhan. Dia melihat, Gilang justru kabur dari tanggung jawab.

"Apa yang dilakukan Gilang (mundur sebagai Presiden Arema) tidak tepat disebut ungkapan tanggung jawab. Tindakannya lebih tepat disebut sebagai get away, menarik diri dari keharusan bertanggung jawab," tutur Budi dalam keterangan resminya.

1. Gilang adalah nakhoda yang harusnya bertanggung jawab

Gilang Widya Pramana saat menyampaikan target dirinya usai ditunjuk menjadi presiden klub Arema FC. Dok/Arema FC

Budi berujar, Gilang sebagai presiden klub semestinya bisa bertanggung jawab lebih soal tragedi Kanjuruhan. Ibarat kata, dia adalah nakhoda yang mestinya paling terakhir meninggalkan kapal, ketika kapal karam terhantam karang.

"Apa pun yang terjadi dalam pelaksanaan semua rencana kerja hingga evaluasi, termasuk dengan tragedi yang terjadi pada pendukung Arema FC, Gilang adalah orang yang mesti menyelesaikannya sampai tuntas," ujar Budi.

2. Sedih bukan alasan untuk mundur

Proses tanda tangan kontrak Diego Michiels bersama Presiden Klub Arema FC, Gilang Widya Pramana. IDN Times/Alfi Ramadana

Lebih lanjut, Budi menjabarkan bahwa dasar trauma atau rasa sedih tidak bisa dipakai sebagai alasan untuk mengundurkan diri dalam sebuah organisasi profesional. Pengunduran diri hanya dapat terjadi dengan alasan penilaian buruk oleh manajemen.

"Penggunaan kata sedih dan trauma sama sekali tidak memiliki dasar (untuk mundur dari posisi presiden klub), karena tentu saja para korban dan keluarga korban Kanjuruhan lebih pantas menggunakan alasan ini dari pada Gilang," tutur Budi.

3. Tindakan Gilang dianggap meresahkan

Presiden klub Arema FC, Gilang Widya Pramana saat pengenalan jersey terbaru musim 2021/2022. IDN Times/Alfi Ramadana

Budi berujar, tindakan Gilang yang mundur dari tanggung jawab ini tentu meresahkan. Apalagi, sepak bola itu bukan sekadar hal-hal yang menyenangkan macam memperluas jaringan bisnis semata. Ada hal-hal lain yang juga terlibat dalam sepak bola.

"Sepak bola itu sangat luas, mewakili segala macam pandangan primordialitas (identity), sentimen budaya (culture), kebanggaan (pride), dan tentu saja pengikat sosial (community bond)," ujar Budi.

Gilang memutuskan mundur sebagai Presiden Arema FC, imbas dari tragedi Kanjuruhan yang terjadi pada 1 Oktober 2022 lalu. Sebelumnya, dia juga sempat menjadi buah bibir lantaran tetap memikirkan keuntungan di tengah tragedi yang ada.

Editorial Team