Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
logo Manchester United
potret logo Manchester United (unsplash.com/Pranshu Bhatnagar)

Performa Casemiro pada 2023–2024 akhir bisa dibilang menjadi fase paling rumit dalam kariernya ketika performanya mulai menurun. Puncaknya terjadi ketika ia membuat dua kesalahan fatal saat menghadapi Liverpool yang langsung berbuah gol, lalu menerima kritik keras dari Jamie Carragher yang menilai dirinya sudah tidak layak bermain di level tertinggi. Sorotan publik kemudian menguat, dan banyak orang meyakini waktunya di English Premier League (EPL) akan segera berakhir.

Ketika Manchester United mendatangkan Ruben Amorim, posisi Casemiro justru makin terpuruk pada awal era baru itu. Ia hanya menyaksikan 9 dari 13 laga pertama Amorim dari bangku cadangan karena dianggap tak cukup gesit untuk kebutuhan struktur baru dan kerap disebut-sebut akan masuk daftar jual. Namun, musim ini ia menampilkan performa gemilang dan menjelma sebagai sosok yang tak tergantikan dalam peran barunya di bawah arahan Amorim.

1. Casemiro panen kritik hingga dianggap sudah tak layak bermain di Premier League

Periode terburuk Casemiro di Manchester United bermula dari runtuhnya performanya pada 2023 hingga awal musim 2024/2025. Dua blundernya melawan Liverpool yang membuat timnya kalah 0-3 pada September 2024 di kandang menjadi simbol kegagalan lini tengah Setan Merah. Ia kemudian makin jarang diandalkan, ditambah performanya yang kian tidak stabil memperkuat narasi dirinya telah melewati masa terbaiknya.

Ketika Ruben Amorim tiba, situasinya tidak langsung membaik. Dalam 13 pertandingan awal sang pelatih, Casemiro hanya menjadi pemain cadangan dalam sembilan laga, sebuah indikasi yang menunjukkan betapa ia tidak masuk rencana awal. Ia dipandang kurang luwes untuk gaya bermain baru yang mengandalkan mobilitas tinggi, sementara isu kepergian yang didorong oleh pihak manajemen terus menguat. Sorotan negatif itu membuat posisinya kian terjepit.

Respons Casemiro terhadap tekanan tersebut menjadi salah satu titik balik kariernya. Tubuhnya yang dahulu berisi berubah setelah ia rutin menjalani gym sebelum dan sesudah latihan, menerapkan pola makan ketat tanpa gula, dan memanfaatkan hyperbaric chamber untuk menjaga kondisi fisiknya. Profesionalismenya membuat banyak staf klub terkesan, terutama saat kondisi tubuhnya menjadi salah satu yang paling bugar dan memiliki persentase lemak yang rendah. Dedikasi itu menunjukkan ia tidak berniat menyerah.

Meski demikian, cibiran publik tetap bergema. Pandit Sky Sports, Jamie Carragher, mengatakan jika Casemiro sudah tak layak bermain di Premier League. Bahkan, banyak pendukung MU percaya ia sudah tak lagi memiliki tempat di Old Trafford. Persepsi itu menjadikan 2024/2025 sebagai titik terendah bagi Casemiro sebelum kebangkitan yang tak terduga datang perlahan.

2. Dari number 6 klasik, ia kini menjadi penggerak pressing dan penjaga struktur permainan

Kebangkitan Casemiro bermula dari rangkaian cedera gelandang Manchester United yang membuka peluang bermain lebih banyak di Europa League 2024/2025. Ia tampil tajam, solid, dan konsisten, yang membuat Ruben Amorim mulai melihat kembali pentingnya keberadaannya. Seiring musim 2025/2026 bergulir, peningkatan kebugarannya membuatnya terlihat lebih ringan dan cepat, sehingga ia kembali menjadi pilihan utama. Momentum itu menjadi pintu masuk untuk perubahan peran besar yang diminta sang pelatih.

Amorim tidak lagi menempatkannya sebagai penjaga kedalaman semata. Ia meminta Casemiro naik lebih tinggi untuk memimpin pressing, memotong jalur umpan, dan menginisiasi serangan lebih dekat kotak penalti lawan. Gaya ini menuntut intuisi taktis yang kuat, dan Casemiro memenuhi kebutuhan itu dengan ketenangan serta kemampuan membaca ritme permainan. Peran barunya menunjukkan dimensi berbeda yang jarang terlihat selama ia bermain di Real Madrid.

Transformasinya terlihat jelas melalui berbagai indikator permainan. Casemiro menjelma sebagai gelandang MU dengan kontribusi tekel yang paling menonjol, sekaligus mencatat sentuhan bola dan umpan progresif ke final third dalam jumlah tinggi. Perannya sebagai penghubung antara distribusi dan tekanan makin terlihat ketika menghadapi Sunderland pada pekan ke-7 Premier League 2025/2026. Ia terlibat dalam beberapa rangkaian serangan dan menjadi salah satu figur paling berpengaruh dalam proses build-up tim.

Keunggulannya bahkan terlihat dalam situasi bola mati. Ia mencetak gol melalui sundulan di laga kontra Nottingham Forest yang berasal dari sepak pojok, yang menunjukkan kontribusinya langsung dalam fase menyerang. Menurut The Independent, MU hanya kebobolan 3 gol dalam 463 menit saat ia bermain, tetapi 13 gol dalam 437 menit tanpanya. Statistik itu menandaskan betapa pentingnya peran gelandang asal Brasil itu dalam menjaga tempo dan aliran bola.

Namun, stabilitas itu berbanding lurus dengan tingginya ketergantungan MU terhadapnya. Saat Casemiro ditarik keluar, MU terlihat rapuh dan kehilangan arah permainan, seperti yang terlihat dalam drama melawan Tottenham Hotspur pada pekan ke-11 liga. Kobbie Mainoo masih kesulitan mengelola peran ganda bertahan-menyerang, sementara Manuel Ugarte belum menyamai kualitas operasional Casemiro dalam distribusi maupun kontrol ritme.

Analisis ini menegaskan, kebangkitan Casemiro tidak bergantung pada fisik semata. Keputusan positioning-nya, ketenangannya dalam membaca arah transisi, serta pemahaman taktis yang matang membuatnya tetap relevan meski telah berusia 33 tahun. Perubahan itu menempatkannya kembali sebagai fondasi utama di lini tengah MU.

3. Evolusi peran Casemiro di MU turut membuatnya kembali ke skuad Timnas Brasil

Bangkitnya Casemiro di level klub membuka kembali pintu tim nasional Brasil. Setelah absen di Copa America 2024 akibat performa buruk, ia kembali dipanggil ketika Carlo Ancelotti mengambil alih kursi pelatih. Kembalinya Casemiro ke skuad menandai perubahan dinamika di lini tengah Brasil, yang selama 2 tahun terakhir mengalami krisis identitas.

Di bawah Ancelotti, Casemiro mendapatkan peran berbeda. Ia berfungsi lebih sebagai deep-lying playmaker yang mengatur tempo dari lini tengah, bergantian memimpin pressing bersama Bruno Guimaraes. Kombinasi itu memberikan keseimbangan antara agresivitas dan kontrol, sementara pengalamannya menjadikannya salah satu figur pemimpin bersama Marquinhos. Pendekatan itu seiring dengan cara Ancelotti memberi ruang peran berbeda bagi gelandang senior.

Performa Casemiro di tim nasional menunjukkan kebangkitan radikal. Ia mencetak gol melawan Senegal dalam kemenangan 2-0 di London dan mencatat total 3 gol dan 1 assist dalam 4 laga terakhir bersama klub dan negara. Efektivitasnya tidak hanya muncul dalam bertahan, tetapi juga dalam kreativitas serta efisiensi serangan. Versi Casemiro yang lebih agresif dan progresif tampil dalam periode ini.

Implikasi dari kebangkitan ini sangat besar untuk masa depannya. Casemiro berpeluang besar mengamankan tempat utama di Piala Dunia 2026, terutama dalam struktur baru yang mengandalkan keseimbangan ketat di lini tengah. Masa depannya di MU, apakah bertahan atau mencari tantangan baru, akan dipengaruhi oleh konsistensinya hingga akhir musim. Pada usia 33 tahun, ia menunjukkan pemain senior mampu berevolusi, bukan hanya bertahan.

Kebangkitan Casemiro menunjukkan bahwa karier pemain tidak selalu berakhir ketika kritik datang, tetapi justru dapat memunculkan dimensi baru yang lebih matang. Transformasinya menjadi contoh bagaimana kerja keras, kecerdasan taktis, dan adaptasi mampu mengubah narasi yang sebelumnya nyaris berakhir.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team