Kebangkitan Casemiro bermula dari rangkaian cedera gelandang Manchester United yang membuka peluang bermain lebih banyak di Europa League 2024/2025. Ia tampil tajam, solid, dan konsisten, yang membuat Ruben Amorim mulai melihat kembali pentingnya keberadaannya. Seiring musim 2025/2026 bergulir, peningkatan kebugarannya membuatnya terlihat lebih ringan dan cepat, sehingga ia kembali menjadi pilihan utama. Momentum itu menjadi pintu masuk untuk perubahan peran besar yang diminta sang pelatih.
Amorim tidak lagi menempatkannya sebagai penjaga kedalaman semata. Ia meminta Casemiro naik lebih tinggi untuk memimpin pressing, memotong jalur umpan, dan menginisiasi serangan lebih dekat kotak penalti lawan. Gaya ini menuntut intuisi taktis yang kuat, dan Casemiro memenuhi kebutuhan itu dengan ketenangan serta kemampuan membaca ritme permainan. Peran barunya menunjukkan dimensi berbeda yang jarang terlihat selama ia bermain di Real Madrid.
Transformasinya terlihat jelas melalui berbagai indikator permainan. Casemiro menjelma sebagai gelandang MU dengan kontribusi tekel yang paling menonjol, sekaligus mencatat sentuhan bola dan umpan progresif ke final third dalam jumlah tinggi. Perannya sebagai penghubung antara distribusi dan tekanan makin terlihat ketika menghadapi Sunderland pada pekan ke-7 Premier League 2025/2026. Ia terlibat dalam beberapa rangkaian serangan dan menjadi salah satu figur paling berpengaruh dalam proses build-up tim.
Keunggulannya bahkan terlihat dalam situasi bola mati. Ia mencetak gol melalui sundulan di laga kontra Nottingham Forest yang berasal dari sepak pojok, yang menunjukkan kontribusinya langsung dalam fase menyerang. Menurut The Independent, MU hanya kebobolan 3 gol dalam 463 menit saat ia bermain, tetapi 13 gol dalam 437 menit tanpanya. Statistik itu menandaskan betapa pentingnya peran gelandang asal Brasil itu dalam menjaga tempo dan aliran bola.
Namun, stabilitas itu berbanding lurus dengan tingginya ketergantungan MU terhadapnya. Saat Casemiro ditarik keluar, MU terlihat rapuh dan kehilangan arah permainan, seperti yang terlihat dalam drama melawan Tottenham Hotspur pada pekan ke-11 liga. Kobbie Mainoo masih kesulitan mengelola peran ganda bertahan-menyerang, sementara Manuel Ugarte belum menyamai kualitas operasional Casemiro dalam distribusi maupun kontrol ritme.
Analisis ini menegaskan, kebangkitan Casemiro tidak bergantung pada fisik semata. Keputusan positioning-nya, ketenangannya dalam membaca arah transisi, serta pemahaman taktis yang matang membuatnya tetap relevan meski telah berusia 33 tahun. Perubahan itu menempatkannya kembali sebagai fondasi utama di lini tengah MU.