Di LaLiga, setiap musimnya sudah tak heran kalau Barcelona dan Madrid bersaing demi trofi domestik. Namun, Atletico Madrid belakangan muncul ke permukaan, menjadi pengganggu dalam persaingan keduanya.
Memang, ini bukan situasi yang aneh karena pada musim 2013/14, Atletico pernah melakukan hal serupa.
Tapi, di musim ini Atletico malah terlalu kuat untuk Barcelona dan Madrid. Kenapa? Jawabannya ada pada masalah inkonsistensi yang sempat melanda Madrid dan Barcelona.
Seperti Juventus di Serie A, Barcelona tengah menyesuaikan diri dengan sosok Ronald Koeman selaku pelatih baru. Skema yang dia bawa, nyatanya tidak berjalan lancar bagi beberapa pemain, termasuk Frenkie de Jong.
Tidak cuma itu, Koeman juga dianggap gagal memaksimalkan potensi Lionel Messi. Alhasil, Barcelona sempat terseok di awal liga, walau akhirnya, secara perlahan, mereka bangkit dan mampu bertahan di papan atas klasemen LaLiga.
Situasi tak jauh beda juga dialami Madrid. Meski masih diasuh oleh Zinedine Zidane dan pemain-pemain lulusan La Decima macam Toni Kroos, Luka Modric, dan Casemiro, Madrid sudah tidak setangguh dulu.
Beberapa kali, terutama ketika Sergio Ramos cedera, Madrid kerap terpeleset. Kekalahan dari Shakhtar Donetsk di Liga Champions, plus kekalahan di tangan tim-tim papan bawah serta medioker, macam Cadiz, Villarreal, dan Deportivo Alaves, membuat mereka sempat terperosok dari papan atas.
Beruntung, dalam empat laga terakhir di LaLiga, Madrid sanggup mendulang kemenangan. Mereka pun kini bertengger di papan atas, menjaga persaingan dengan Atletico Madrid dan juga Barcelona.
Terlepas dari kebangkitan yang dialami Madrid dan Barcelona, inkonsistensi yang mereka alami ini harus segera ditangani. Karena pada akhirnya, penyakit ini bisa saja muncul kembali dan itu akan jadi sesuatu yang merepotkan mereka.