Potret Messi (kiri) dan Aguero (kanan) saat meraih emas di Olimpiade 2008. (twitter.com/FIFAWorldCup)
FIFA sebagai induk organisasi sepak bola tidak menginginkan Olimpiade mengganggu Piala Dunia sebagai kompetisi sepak bola paling bergengsi. Oleh karena itu, FIFA tidak menginginkan pemain-pemain terbaiknya untuk bermain di Olimpiade yang ditakutkan mengalahkan pamor Piala Dunia itu sendiri. Maka, dibuatlah aturan U-23 yang membatasi Olimpiade dalam menyelenggarakan ajang olahraga tanpa harus menurunkan pamor Piala Dunia.
Dalam sejarahnya, di antara FIFA dan IOC sering memang kerap perselisihan. Salah satunya adalah intervensi yang dilakukan oleh FIFA pada Olimpiade 1984. Ketika itu, FIFA hanya membolehkan negara-negara Afrika, Asia, Oseania, dan Amerika Utara untuk menurunkan tim terbaik, sementara negara-negara dari dua kekuatan utama sepak bola, Eropa dan Amerika Selatan, hanya boleh menurunkan tim berisikan pemain yang belum pernah membela timnas di Piala Dunia. Hal tersebut membuat IOC sebagai Komite Olimpiade Internasional harus berkompromi atas keputusan FIFA.
Aturan U-23 telah membentuk wajah sepak bola Olimpiade selama beberapa dekade terakhir. Namun, dengan dinamika sepak bola yang terus berubah, menarik untuk memertanyakan apakah aturan ini masih relevan diteruskan di masa depan. Meski begitu, aturan ini juga di sisi lain berhasil menciptakan sejarah baru dalam sepak bola Olimpiade. Negara-negara yang sebelumnya jarang menjadi sorotan kini memiliki kesempatan untuk bersinar, sementara negara-negara dengan kekuatan besar di sepak bola harus beradaptasi karena mereka perlu membentuk skuad berbasis generasi muda.