Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Pelatih Persija, Thomas Doll. (IDN Times/Tino).

Jakarta, IDN Times - Kerja keras adalah frasa yang akrab kita dengar dalam kehidupan sehari-hari. Namun, tak jarang frasa ini begitu sulit diamalkan secara konsisten. Salah satu yang setidaknya sukses melakukan itu adalah pelatih Persija, Thomas Doll.

Sudah hampir dua musim lamanya Doll menangani Persija. Selama itu juga, dia menunjukkan betapa kerja keras bisa membawa perubahan berarti di tim. Musim lalu, Persija sukses menjadi runner-up. Musim ini, mereka masih berusaha merangkak naik ke papan atas.

Beberapa waktu lalu, IDN Times sempat berbincang sedikit dengan sosok asal Jerman ini. Dalam perbincangan itu, dia bercerita soal kerja keras yang dia lakukan sejak masih jadi pemain, dan bagaimana pendapatnya soal Persija dan sepak bola Indonesi

Bicara soal karier Anda sebagai pemain, sempat main di beberapa klub Jerman Timur, bagaimana kondisi sepak bola Jerman Timur saat itu?

Pelatih Persija, Thomas Doll. (IDN Times/Sandy Firdaus)

Ya, ini jadi kenangan buat saya ya, karena terjadi bertahun-tahun yang lalu. Saat itu saya masih muda. Tetapi, saya sangat bersyukur, karena saya punya pelatih fantastis kala itu di Jerman Timur.

Dia melatih saya dan pemain lain dengan keras. Saya ingat saya hijrah dari rumah ketika saya masih berusia 13 tahun, saya masuk akademi Hansa Rostock, saya berlatih dua kali setiap hari, ada juga latihan fisik, teknik, dan mental, dan semua itu memberi pengaruh baik bagi karier saya sebagai pemain.

Lalu saya pindah ke (Dynamo) Berlin, saya juga menjadi pemain Timnas Jerman Timur, itu semua adalah pengalaman bagus bagi saya. Karena saat itu, saya benar-benar berjuang. Saya bukan berasal dari keluarga mampu. Jadi, motivasi selalu tinggi ketika masih jadi pemain, karena saya saat itu masih kurus dan kecil. Saya juga pemalu, dan saat itu harus banyak belajar.

Tapi, saya juga punya semangat yang tinggi, keinginan yang kuat, dan semua pemain saat itu punya mimpi untuk main di liga terbaik di Eropa. Saat berusia 17 tahun, saya ingat harus banyak belajar hal. Bagaimana caranya berduel, tangguh di lapangan, dan saya bersyukur mendapat pelatih bagus saat itu.

Posisi ketika main apa coach?

Potret Thomas Doll saat Persija mengalahkan Persikabo di Stadion Patriiot Candrabhaga, Bekasi, Kamis (9/11/2023). (Dok. Persija).

Saya sempat main sebagai striker, lalu juga pernah mencoba main sebagai gelandang. Ketika saya main di Bundesliga, saya sempat jadi striker lagi. Tetapi, pelatih saat itu meminta saya untuk main sebagai nomor 10.

Lalu, saat masuk 25 tahun, saya sempat menjadi gelandang serang. Dan, ini bagus karena saat jadi gelandang serang, saya bisa menyentuh bola lebih banyak, muncul dari lini kedua, dan bisa mempersiapkan kondisi (umpan) yang bagus untuk striker. Saya lebih menyukai posisi ini ketimbang jadi striker.

Berarti memang banyak berubah posisi ya saat jadi pemain?

Pelatih Persija, Thomas Doll dalam jumpa pers jelang melawan Persita, Jumat (21/7/2023). (Dok. Persita).

Ya, bisa dibilang seperti itu. Karena, tentu saja dalam situasi saat itu sebagai pemain, ketika pelatih meminta untuk jadi striker, saya harus patuh. Saya tidak membantah dan berargumen. Ketika pelatih bilang A, saya harus menurut kala itu.

Sekarang, zaman sudah berbeda. Pemain kini bisa mengajukan pendapatnya pada pelatih. Mereka lebih percaya diri, dan itu normal. Sekarang, kita sudah masuk era sepak bola modern. Bagi saya, itu tidak masalah.

Para pemain bebas ingin main di manapun, baik itu sebagai pemain tengah, sayap, gelandang serang, karena, ketika masih jadi pemain, saya tahu apa yang harus dilakukan saat bola ada di kaki. Itu adalah hal terpenting.

Ya, karena ketika kamu diberi bola oleh rekan setim, tidak boleh kehilangan itu. Karena bola adalah salah satu hal terpenting di atas lapangan. Bola itu harus dipertahankan, laiknya mempertahankan keluarga sendiri.

Kembali ke karier sebagai pemain, Anda pernah main di dua Timnas berbeda (Jerman Timur dan Jerman), bisa cerita soal itu?

Thomas Doll saat memimpin latihan Persija di Sawangan, Senin (20/2/2023). (IDN Times/Tino).

Ya, saya ingat ketika berusia 18 atau 19 tahun, laga internasional pertama saya adalah melawan Timnas Yunani di Yunani. Saya sempat main 29 kali untuk Timnas Jerman Timur, dan main 19 kali untuk Timnas Jerman (pasca unifikasi). Tentu saja, ketika saya berganti Timnas, ada hal berbeda yang dirasakan.

Jadi, enam bulan setelah Jerman menang Piala Dunia 1990 di Italia, saya membela Timnas untuk pertama kalinya bersama pemain-pemain legendaris macam Lotthar Matthaus, Rudi Voeller, Juergen Klinsmann, dan Andreas Brehme. Mereka pemain hebat. Saya punya kenangan manis saat main di Jerman Timur dan juga Jerman (pasca unifikasi).

Kalau tidak salah Anda juga pernah main bersama Andreas Thom (pelopor pemain Jerman Timur pindah ke Jerman Barat), Anda juga karib dengannya?

Pelatih Persija, Thomas Doll selepas memimpin latihan di Sawangan, Senin (20/2/2023) (IDN Times/Tino)

Ya, dia adalah sahabat saya. Saya selalu bicara dengannya setiap hari di telepon. Ketika pandemik COVID-19 melanda, saya bahkan bertelepon dengannya dua kali sehari. Sekarang dia jadi pelatih di tim muda Hertha Berlin. Dia adalah pemain yang fantastis pada masanya.

Ingat ketika dia masih 19 tahun, bagi saya, dia adalah satu dari lima pemain terbaik di Eropa ketika itu. Dia sangat cepat, kaki kanan dan kiri sama kuatnya, sundulannya juga bagus. Dia punya semuanya. Dia adalah pemain yang sangat hebat, dan teman yang baik bagi saya. Setiap hari saya masih berkomunikasi dengannya.

Berarti Anda sering menanyakan apa pun padanya?

Pelatih Persija, Thomas Doll, memimpin latihan tim di Nirwana Park, Bojongsari (dok. Persija)

Ya, kami bicara laiknya teman. Tidak cuma tentang sepak bola. Karena dengan teman, kadang kita kerap membicarakan kehidupan. Dan bagi saya, dia juga orang yang baik. Tetapi memang waktu kami berkontak juga tidak mudah sekarang.

Karena, ketika di sini pukul 10 malam, apalagi saya selalu tidur cepat, di Jerman baru jam lima sore. Sulit sekarang bagi saya menemukan waktu yang pas untuk berkontak dengannya.

Sekarang, dia tinggal di Berlin. Dia menjadi bagian dari pelatih tim muda akademi Hertha Berlin. Dia juga jadi asisten pelatih tim U-19 Hertha. Dia masih bergelut di sepak bola sampai sekarang.

Anda tahu soal Hennes-Weisweller Academy (akademi produsen pelatih di Jerman)?

Pelatih Persija, Thomas Doll saat menghadiri sesi jumpa pers. (Dok. Persija)

Ya, saya tahu soal akademi itu, dan dengar banyak soal tempat itu. Saya dengar banyak perubahan yang terjadi dalam sistem pembelajaran di sana. Kau tahu, di sana mereka sekarang banyak membicarakan kecepatan, atletisisme.

Namun, yang terpenting ketika kita bicara soal pemain muda, adalah mentalitas. Karena jika mentalnya jelek, karier seorang pemain tidak akan bagus. Mereka harus tahu, sepak bola adalah kerja keras.

Nah, soal mental ini juga berlaku bagi para pelatih. Mereka harus mendorong para pemain, memberitahu mereka apa yang harus dilakukan di atas lapangan, dan saya pikir, pemain muda di Indonesia juga masih bisa berkembang.

Kenapa? Karena mereka punya talenta luar biasa di sini. Tentu, sudah jadi tugas kita untuk membantu para pemain muda itu, jadi pemain luar biasa di masa depan.

Jadi memang bisa dibilang sepak bola Indonesia punya masa depan cerah ya?

Potret latihan Timnas Indonesia di Turki. (pssi.org).

Ya, saya sepakat. Tapi, harus diingat mereka juga perlu pelatih yang bagus. Dan para pelatih itu juga harus belajar dari yang punya kualitas. Para pelatih Indonesia bisa belajar ke Eropa, satu atau dua bulan. Mereka bisa belajar di sana, karena itu akan menguntungkan bagi sepak bola Indonesia.

Ingat, belum tentu pesepak bola yang bagus, bisa menjadi pelatih hebat. Jadi, dengan berangkat ke Eropa, para pelatih Indonesia bisa tahu apa yang terjadi di Belanda, Prancis, dan bagaimana Italia bermain sepak bola, itu bisa jadi media belajar.

Hasil pembelajaran ini, bisa diterapkan para pelatih Indonesia di akademi. Itu akan membuat para pemain, dan juga tentunya para pelatih Indonesia, jadi lebih baik. Percaya sama saya.

Terakhir coach, harapanmu untuk Persija?

Persija lawan PSS Sleman di Liga 1. (Dok. Persija)

Setiap pelatih tentu dapat tekanan besar. Apalagi saya sebagai pelatih Persija, salah satu klub besar di Indonesia. Dan, kami harus selalu meraih hasil yang baik. Tapi, saya sudah bicara dengan para petinggi Persija, mereka paham soal sepak bola. Ini bukan soal kemenangan beruntun saja di liga.

Persija butuh waktu untuk membangun tim yang luar biasa, untuk kembali membawanya pada kejayaan laiknya di masa lampau. Suatu hari, saya juga ingin membawa tim ini mentas di Liga Champions Asia. Untuk membuat suporter kami bangga.

Editorial Team