Toni tak menyerah dengan keterlambatan. Ketekunannya mulai berbuah ketika ia bergabung dengan Palermo di musim 2003/2004. Di klub asal Sisilia ini, ia mencetak 30 gol pada musim pertamanya dan membawa Palermo promosi ke Serie A. Hal tersebut menjadi titik balik yang membuatnya bermimpi sebagai seorang late bloomer.
Musim berikutnya, ia kembali bersinar bersama Palermo di Serie A. Inilah yang membuat Toni dilirik oleh Fiorentina dan akhirnya pindah ke klub tersebut pada musim panas 2005. Di klub itulah, ia mendapatkan sorotan yang tajam.
Pada 2005/2006 atau musim pertamanya di Fiorentina, Toni meledak. Ia mencetak 31 gol dalam satu musim Serie A, menjadi top skor liga, dan meraih Golden Boot Eropa. Ia pun mencetak sejarah sebagai pemain pertama yang mencetak lebih dari 30 gol setelah Antonio Valentín Angelillo pada 1959.
Kehebatan Toni membuat dunia sadar jika sosok penyerang klasik ada pada dirinya. Gaya bermainnya memang tak seanggun Alessandro Del Piero atau secepat Filippo Inzaghi. Namun, ia punya insting predator, penempatan posisi sempurna, dan keahlian duel udara yang mematikan, deretan atribut yang seharusnya dimiliki pemain nomor 9.
Toni bukan hanya menjawab keraguan, tapi juga menunjukkan bahwa usia bukan batas. Pada usia 29 tahun, ia menjadi bomber paling mematikan di Italia, bahkan Eropa. Usia meneguhkan diri sebagai seorang late bloomer yang layak diperhitungkan.