potret Dani Alves bersama Timnas Brasil (foottheball.com)
Alves kecil tidak tumbuh di wilayah perkotaan Brasil. Dia tinggal di pedesaan, bersama orang tuanya yang memiliki peternakan plus bar di samping rumah. Bar inilah yang jadi tempatnya menyaksikan bintang-bintang sepak bola dunia berlaga ketika itu.
Hidup Alves cukup keras ketika kecil. Setiap pukul lima pagi, dia sudah harus bangun, membantu ayahnya menyirami tanaman di peternakan. Selepas itu, dia mesti bersepeda sejauh 10 kilometer menuju sekolah. Meski begitu, dia tetap merasa beruntung karena memiliki televisi di rumahnya.
Nah, televisi inilah yang jadi media bagi tetangga dan warga sekitar rumah Alves menyaksikan sepak bola. Tak heran, ketika gelaran Piala Dunia 1994 silam, bar milik keluarga Alves disulap sedemikian rupa menjadi salah satu tempat nobar (nonton bareng) yang ramai.
"Saya ingat ketika Piala Dunia 1994, rumah kami seperti pusat dunia. Banyak orang datang menonton. Seluruh negari, selama satu bulan, seolah berhenti beraktivitas hanya untuk menonton Brasil berlaga di Piala Dunia. Rumahku rasanya seperti stadion sepak bola mini," kenang Alves.
Atmosfer inilah yang membuat Alves bergetar. Menonton pemain seperti Romario, Ronaldo, dan Rivaldo, beraksi di layar kaca, terbesit keinginan suatu saat, dia harus seperti mereka, mengenakan jersey biru kuning, bertarung di atas lapangan membawa nama Brasil.
"Jika ingat momen 1994 lalu, saya berkata pada diri sendiri. Saya ingin menjalani hidup macam Romario. Saya ingin ada di TV, ditonton orang-orang, memakai jersey biru kuning Brasil, bertarung demi kehormatan negara," ujar Alves.