Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
iPhone 17 Pro
iPhone 17 Pro (apple.com)

Intinya sih...

  • Harga premium iPhone yang tidak ramah di semua kantong, bahkan model "terjangkau" masih mahal dan menimbulkan biaya tambahan yang signifikan.

  • Terbatasnya ruang bagi pengguna untuk melakukan kustomisasi, sistem tertutup Apple membuat personalisasi menjadi terbatas.

  • Biaya perbaikan tinggi dan kebebasan hardware yang minim, kontrol ketat Apple berdampak pada biaya perbaikan yang tinggi dan ketergantungan pada aksesori eksklusif.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Semua orang tentu setuju bahwa iPhone layak menyandang gelar rajanya smartphone premium. Produk andalan Apple ini dikenal karena perpaduan desain elegan, performa bertenaga, serta citra eksklusif yang melekat kuat di setiap produknya. Dari sisi kualitas material hingga pengalaman pengguna, Apple berhasil menetapkan standar tinggi yang kerap dijadikan acuan oleh produsen smartphone lain.

Meski demikian, iPhone tidak selalu menjadi pilihan yang ideal bagi semua orang. Di balik keunggulannya dalam hal ekosistem dan kestabilan sistem, perangkat ini tetap memiliki sejumlah keterbatasan yang bisa terasa mengganggu bagi sebagian pengguna. Berikut beberapa alasan mengapa iPhone tidak selalu cocok untuk semua orang.

1. Harga premium yang tidak ramah di semua kantong

iPhone Air (apple.com)

Sudah menjadi rahasia umum bahwa iPhone termasuk dalam jajaran smartphone premium. Bahkan model yang disebut-sebut sebagai versi “terjangkau”, seperti iPhone Air masih dibanderol cukup tinggi dibanding banyak smartphone Android di kelas performa serupa. Mengutip situs resmi iBox Indonesia, iPhone Air varian dasar 256 GB dipasarkan sekitar Rp21 jutaan.

Bagi sebagian pengguna, harga tersebut tergolong tinggi, apalagi jika menilik alternatif lain di lini produk Apple sendiri. Misalnya, iPhone 17 Pro yang dijual mulai Rp23 jutaan. Ia menawarkan spesifikasi lebih lengkap seperti sistem tiga kamera belakang fungsional, baterai lebih besar, performa GPU lebih tinggi, pendinginan efisien, serta port USB-C berkecepatan tinggi. Dengan selisih harga tipis, iPhone 17 Pro tampak lebih rasional bagi pengguna yang mengincar pengalaman flagship sesungguhnya.

Meski harga iPhone Air tergolong tinggi, perangkat ini tetap laku keras di pasar Indonesia. Namun, jika dilihat secara global, penjualan model ini ternyata belum mencapai target yang diharapkan. Beberapa laporan menyebutkan bahwa Apple sampai harus menurunkan jumlah produksi iPhone Air karena permintaan melemah di beberapa pasar utama.

Selain persoalan harga, pengguna juga kerap dihadapkan pada biaya tambahan yang tidak sedikit. Aksesori seperti MagSafe charger, kabel resmi, hingga layanan perlindungan AppleCare+ bisa menambah total pengeluaran secara signifikan. Padahal, tidak semua pengguna memanfaatkan fitur premium yang menjadi daya tarik utama perangkat ini. Bagi mereka yang hanya memakai smartphone untuk media sosial, streaming, atau fotografi, HP Android kelas menengah sudah mampu memberikan pengalaman serupa dengan harga jauh lebih terjangkau. Dalam konteks ini, membeli iPhone kerap lebih mencerminkan gengsi dan citra premium ketimbang kebutuhan fungsional sebenarnya.

2. Terbatasnya ruang bagi pengguna untuk melakukan kustomisasi

iOS 26 (apple.com)

Salah satu keunggulan utama Android terletak pada tingkat kebebasan yang diberikan kepada penggunanya. Sistem operasi ini memungkinkan pengguna mengganti tema, ikon, hingga aplikasi bawaan sesuai preferensi pribadi. Di sisi lain, iPhone hadir dengan ekosistem yang lebih tertutup. iOS dirancang untuk menghadirkan kestabilan dan kemudahan penggunaan, tetapi pendekatan tersebut membuat ruang personalisasi menjadi terbatas.

Bagi pengguna yang senang bereksperimen dan menyesuaikan tampilan sesuai gaya mereka, sistem tertutup Apple kerap terasa membatasi. Hampir semua aspek antarmuka telah diatur dalam standar Apple. Konsistensi ini memang menjaga pengalaman tetap mulus dan seragam. Di sisi lain, tampilan tersebut justru mengurangi fleksibilitas yang banyak dinikmati pengguna Android.

3. Biaya perbaikan dan kebebasan hardware yang minim

Apple's Self Service Repair (apple.com)

Kendali ketat Apple terhadap komponen perangkat kerasnya berdampak langsung pada biaya perbaikan yang tergolong tinggi. Mengganti layar yang retak atau baterai yang mulai menurun performanya pada iPhone umumnya membutuhkan biaya lebih besar dibandingkan perangkat Android. Meskipun Apple telah memperluas kebijakan “right to repair” di sejumlah negara, proses perbaikan tetap tidak semudah yang dibayangkan, baik dari sisi teknis maupun biaya.

Selain itu, transisi Apple menuju port USB-C pada model terbarunya belum sepenuhnya menghapus ketergantungan pada konektor Lightning. Banyak perangkat lama seperti iPhone generasi sebelumnya, AirPods, dan beberapa model iPad masih menggunakan port tersebut. Kondisi ini membuat pengguna perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk membeli kabel atau aksesori yang kompatibel. Ekosistem aksesori Apple yang bersifat eksklusif juga kerap membatasi pilihan produk pihak ketiga yang lebih terjangkau.

4. Kompatibilitas di luar ekosistem Apple kurang maksimal

ilustrasi mengecek file video di HP (unsplash.com/Swello)

Ekosistem Apple kerap menjadi nilai jual utama bagi pengguna iPhone. Perangkat ini memang bekerja paling optimal ketika dipasangkan dengan produk Apple lain seperti MacBook, iPad, atau AirPods. Sinkronisasi antarperangkat berlangsung mulus, mulai dari berbagi file hingga melanjutkan pekerjaan di berbagai perangkat tanpa hambatan berarti.

Namun, situasinya berbeda ketika iPhone digunakan bersama perangkat non-Apple. Proses transfer file, sinkronisasi foto, atau koneksi dengan perangkat dari ekosistem lain sering kali terasa kurang praktis. Bagi pengguna yang mengandalkan beragam merek gadget, sistem tertutup Apple justru bisa menjadi hambatan. Integrasi lintas platform yang terbatas membuat iPhone lebih cocok bagi mereka yang sudah sepenuhnya berada di dalam ekosistem Apple, bukan bagi pengguna yang membutuhkan fleksibilitas di berbagai perangkat.

5. Inovasi yang kian melambat

iPhone 16 dilengkapi tombol kontrol kamera (apple.com)

Setiap generasi iPhone kerap menghadirkan gebrakan baru yang menjadi tolok ukur di industri smartphone. Mulai dari kehadiran App Store, layar Retina Display, hingga teknologi pengenalan wajah Face ID, semuanya sempat menjadi standar yang diikuti banyak produsen lain. Dalam beberapa tahun terakhir, arah inovasi Apple lebih menitikberatkan pada penyempurnaan desain serta peningkatan performa ketimbang memperkenalkan fitur revolusioner.

Beberapa teknologi yang kini menjadi tren bahkan lebih dulu diperkenalkan oleh smartphone Android, seperti layar refresh rate 120 Hz, pengisian daya cepat, hingga kamera periskop. Hal ini membuat sebagian pengguna menilai bahwa pembaruan iPhone terasa lebih bersifat evolutif ketimbang inovatif. Situasi tersebut menimbulkan persepsi bahwa peningkatan dari satu generasi ke generasi berikutnya kini tidak terlalu signifikan. Sementara itu, para kompetitor terus berlomba menghadirkan fitur-fitur baru pada harga yang lebih kompetitif. Bagi konsumen yang mengutamakan teknologi mutakhir serta pembaruan cepat, pendekatan Apple bisa terasa terlalu hati-hati atau bahkan konservatif.

Meski demikian, iPhone masih mempertahankan posisinya sebagai perangkat premium bereputasi tinggi di pasar global. Kualitas material, performa stabil, serta integrasi antarperangkat dalam ekosistem Apple tetap menjadi nilai jual utama. Namun, kesempurnaan yang ditawarkan Apple belum tentu sesuai untuk setiap pengguna. Harga tinggi, ruang kustomisasi terbatas, serta ketergantungan pada produk Apple lainnya sering kali menjadi pertimbangan penting sebelum membeli.

Walau iPhone tidak selalu cocok untuk semua orang, perlu diingat kalau pemilihan smartphone memang sebaiknya disesuaikan pada kebutuhan dan gaya hidup user. Bagi pengguna yang mengutamakan fleksibilitas, kebebasan mengatur sistem, serta efisiensi biaya, smartphone Android bisa menjadi alternatif yang lebih rasional. Persoalannya bukan HP mana yang paling mahal, melainkan HP apa yang paling sesuai untuk digunakan setiap hari.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team