hasil tangkapan layar game Kingdom Come: Deliverance II (IDN Times/Fatkhur Rozi)
KCD2 membawa kita ke tahun 1403, dengan latar sejarah di Kerajaan Bohemia yang dilanda perang saudara antara pihak raja penguasa dan ancaman invasi. Alur kisah dibuka dengan situasi genting. Para penduduk terlibat dalam kekacauan politik, mulai dari rakyat biasa, pemuka agama, hingga bangsawan, terjebak di kekacauan politik Bohemia abad ke-15.
Plotnya memadukan elemen drama, pengkhianatan, politik feodal, dan pilihan moral yang tak selalu mudah. Sama seperti seri pertama, keputusan pemain memiliki konsekuensi nyata terhadap alur cerita. Sistem narasi bercabang dan pilihan dialog yang terasa “berdampak” membuat ceritanya bukan sekadar linear, tapi hidup, bergerak seiring pilihan pemain.
Yang membuatnya menarik adalah KCD2 memiliki plot yang lebih dalam dibandingkan KCD pertama. Perkembangan karakter Henry dan Hans terasa lebih natural. Layaknya sahabat sejati yang tentu punya intrik dan masalah pribadi antar keduanya.
Selain itu, skripnya menunjukkan ambisi naratif besar dari pengembang. Hal ini membuat dunia dan karakter terasa lebih kompleks, penuh dengan motivasi, konflik internal, ambisi pribadi, dan intrik politik. Elemen-elemen cerita tersebut membuat setiap keputusan terasa bermakna.
Sebagai protagonis, Henry of Skalitz sekali lagi jadi pusat kisah. Patut dicatat bahwa Henry tetaplah seorang manusia pada umumnya. Ia bukan pahlawan dengan kekuatan luar biasa, bukan pula seorang mesias dengan pengikut yang setia. Jika di KCD pertama Henry adalah remaja tanggung yang mengedepankan emosinya, Henry di KCD2 sedikit lebih dewasa. Ia bukan lagi bocah kemarin sore. Ia tumbuh, berevolusi, dan dihadapkan pada dilema moral, identitas, kesetiaan, dan kekuasaan. Interaksinya dengan karakter lain seperti Hans, Dry Devil, Katherine, hingga Mutt memberi warna dalam cerita.
Karakter pendukung pun dirancang matang: ada sekutu setia, teman dengan moral abu-abu, musuh licik, hingga karakter dengan agenda tersembunyi. Karakter-karakter ini tak hanya lewat sebagai latar. Mereka punya motivasi, ambisi, kelemahan, dan konflik yang membuat dinamika sosial dalam dunia game terasa hidup.
Pilihan dialog, sikap sosial, dan reputasi membuat hubungan dengan mereka fleksibel. Pemain bisa dipercaya, dibenci, atau ditakuti. Ini mendukung eksplorasi naratif yang kaya, dan memberi rasa bahwa setiap karakter adalah manusia, bukan NPC statis, dalam dunia ini.