Call of Duty: Vanguard akan berurusan dengan pihak Nazi. (dok. Sledgehammer Games/Call of Duty: Vanguard)
Terlepas dari sejarah dan nostalgia yang diterapkan oleh pengembang COD, penulis selalu merasa bahwa Call of Duty memang punya karakter kuat jika premisnya bersinggungan dengan zona waktu Perang Dunia. Seolah sang pengembang sudah punya pakem ideal yang selalu lekat dengan perang zaman dulu. Nah, begitu juga dengan Call of Duty: Vanguard, ia hadir dengan latar belakang yang bisa dikatakan kuno.
Di saat banyak game FPS lain berlomba untuk menampilkan peperangan modern yang futuristis, game ini malah melakukan langkah sebaliknya. Yup, kali ini kamu akan disuguhkan plot besar dan megah mengenai penyelidikan, sabotase, pertempuran, dan lain sebagainya melawan pihak Nazi yang misterius. Negara-negara besar mengirimkan pasukan elite dan dari sinilah sudut pandang akan kita mainkan.
Amerika Serikat, Inggris, Australia, dan Uni Soviet pun bersatu untuk mengirimkan unit tempur terbaik mereka—semuanya punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Apa yang penulis tangkap sebetulnya masih terkesan klise dan tentu menyudutkan Nazi sebagai antagonis utamanya. Menghadapi Proyek Phoenix milik Nazi pun juga sebetulnya terkesan dipaksakan meskipun mampu tampil dengan bombastis.
Anehnya, alur yang ditampilkan dalam Call of Duty: Vanguard adalah maju dan mundur. Maksudnya, kadang kita memainkan porsi di saat sekarang. Di sisi lain, kita juga akan banyak menghabiskan waktu di masa lalu. Bagai dua sisi mata uang, gaya macam ini tentu saja bisa dianggap kreatif karena bisa mengembangkan narasi personal dari masing-masing karakter yang ada.
Namun, di sisi lainnya, plot maju mundur seperti ini malah berdampak pada minimnya cerita utama. Tak masalah jika komposisi narasi yang dihadirkan cukup berimbang. Masalahnya, penulis berulang kali merasakan bahwa cerita masa lalu lebih dikedepankan oleh developer. Ini yang membuatnya terasa serbatanggung dan kurang klimaks.
Untungnya, semua cerita saling berkaitan dengan karakter yang kita mainkan. Jika tidak, game besar ini bakalan membosankan dan terasa repetitif. Lalu, sekuat apa pasukan Nazi tersebut? Apakah Phoenix betul-betul proyek ambisius milik Nazi? Well, jika memiliki konsol PS4 atau PS5, kamu bisa membelinya di PlayStation Store mumpung harganya lagi diskon 20 persen.