[REVIEW] Little Nightmares II—Lebih Mengerikan ketimbang Pendahulunya

Masih segar dalam ingatan tentang sebuah game indie fenomenal yang menyuguhkan aksi aneh, unik, tetapi juga menyeramkan. Yup, game tersebut adalah Little Nightmares, sebuah karya buatan Tersier Studio dan rilisan Bandai Namco yang memuat kisah creepy yang begitu aneh, tapi juga bikin penasaran. Nyatanya, game itu pernah menjadi salah satu game horor yang paling banyak dimainkan di tahun 2017 hingga 2020.
Tak sampai di situ, pada 11 Februari 2021 lalu, Bandai Namco kembali merilis game dengan tajuk yang sama, yakni Little Nightmares II. Game ini bisa dimainkan di konsol PS4, PS5, Xbox One, Xbox Series X, Nintendo Switch, dan tentu saja PC Windows. Steam dalam lamannya telah menjual game ini dengan harga resmi Rp239 ribu untuk versi standar dan Rp299 ribu untuk versi deluxe edition.
Jadi, kamu yang penasaran dengan karya fenomenal ini, ada baiknya simak review Little Nightmares II di bawah ini. Yuk, dibaca!
1. Kisah persahabatan dalam dunia mimpi
Dalam game ini, kita akan memainkan karakter bernama Mono, seorang anak laki-laki yang mengenakan kantong kertas di kepalanya. Jika dibandingkan dengan karakter di seri pertamanya, sosok Mono di sini tampil sangat berbeda ketimbang Six. Ya, Six sendiri merupakan tokoh utama dalam Little Nightmares seri pertama yang sama-sama berjuang di tengah dunia mimpi.
Namun, alih-alih memakai pakaian layaknya Six, Mono justru digambarkan dalam tampilan yang agak creepy. Meskipun tampak aneh dan mengerikan, Mono ternyata sosok yang sangat setia kawan dan tak segan membantu siapa saja yang membutuhkan. Nah, jika disederhanakan, plot cerita dalam game ini memang berkutat pada dunia mimpi yang dialami oleh Mono.
Secara umum, apa yang dialami Mono dan Six dalam mimpinya merupakan kisah persahabatan yang memang sengaja ditonjolkan oleh developer. Berulang kali Six terjebak dan diculik oleh hantu penghuni alam mimpi, berulang kali pula Mono harus berjibaku menyelamatkannya. Uniknya, kebersamaan dan kerja sama yang apik dari keduanya telah menjadi mekanisme permainan yang cukup pakem.
Mungkin plot dan jalan cerita macam ini akan dianggap dark dan tidak mudah diterima bagi semua kalangan gamer. Akan tetapi, terlepas dari unsur aneh dan kesadisannya, inti cerita justru menekankan pada jalinan persahabatan serta perjuangan dari Mono dan Six. Apakah ceritanya bersifat linear? Tidak juga sebab dalam banyak hal, pemainlah yang menentukan keseluruhan plot ceritanya.
Dengan kata lain, posisi prekuel dan sekuel tidak begitu penting untuk diangkat dalam Little Nightmares II. Sebaliknya, kita sebagai gamer dibebaskan untuk memiliki dan menciptakan sudut pandang sendiri mengenai game ini. Itu sebabnya, sensasi dan perasaan dari masing-masing gamer bisa sangat berbeda setelah memainkan kisah Mono secara keseluruhan.