The Callisto Protocol ternyata bisa menghadirkan nuansa yang cukup mencekam. (dok. Striking Distance Studios/The Callisto Protocol)
Oh, ya, sebelum penulis melangkah lebih jauh ke review kali ini, ada baiknya kamu mengetahui latar game ini. Sesuai judulnya, The Callisto Protocol terjadi di sebuah wilayah asing bernama Callisto. Nah, di dunia nyata, Callisto sendiri merujuk pada satelit alam (bulan) yang ada di Planet Jupiter.
Begitu juga dengan game ini, bulan Jupiter tersebut dijadikan tempat utama dari petualangan Jacob Lee, pemeran utama yang bakal kamu mainkan. Sayangnya, pengalaman Jacob cenderung sial di sana. Sebetulnya, ia merupakan salah satu tahanan di Penjara Callisto yang memiliki keamanan tingkat tinggi.
Hanya saja, entah kenapa pada suatu hari, hampir semua orang yang ada di sana berubah menjadi monster. Yup, sudah bisa ditebak, kamu bakal ditugaskan untuk menjadi penyintas di tengah ganasnya lingkungan yang ada. Cerita macam ini memang lekat dengan karya Glen Schofield lain yang berjudul Dead Space.
Hanya saja, dalam Dead Space, tempat yang menjadi latar adalah wahana luar angkasa USG Ishimura yang bertugas di Pertambangan Planet Aegis VII. Kembali ke The Callisto Protocol, kamu akan bertarung jarak dekat dengan makhluk-makhluk aneh yang tentunya bakal membunuh siapa saja. Uniknya, di sini, alih-alih hanya mengandalkan senjata api atau laser, pemain bisa melakukan baku hantam dengan monster yang ada.
Tak seru rasanya jika game horor tidak disisipkan elemen mengerikan dan mengejutkan. Di sini, kamu gak perlu khawatir karena developer sudah memasukkan begitu banyak elemen yang bakal membuat jantungmu menari. Akan tetapi, Striking Distance Studios selaku pengembang sepertinya gak mau begitu saja membuat tema horor ini begitu hambar.
Kedalaman narasi cerita masih diperhitungkan, misalnya ketika kamu terlibat dalam penyelidikan terhadap perusahaan raksasa bernama The United Jupiter Company. Jacob harus menyelidiki kenapa wabah maut tersebut sampai lepas di Callisto. Bisa jadi, ada unsur kesengajaan di sana yang ujungnya menjadikan narapidana sebagai bahan uji coba.
Akan tetapi, di mata penulis, kisah horor dalam game ini masih terasa kurang maksimal dan antiklimaks. Alih-alih bisa konsisten menghadirkan rasa takut yang mencekam, gradasi cerita dari awal ke pertengahan hingga akhir masih terasa kaku. Oke, penulis paham bahwa game ini memang ditujukan sebagai survival horor yang kental.
Namun, tak ada salahnya jika ia juga disuntikkan dengan premis dan narasi yang jauh lebih berbobot lagi. Tak perlu sedalam RPG, dijabarkan layaknya Resident Evil saja itu sudah lebih dari cukup. Ada beberapa cara unik yang sebenarnya sudah dilakukan dengan baik oleh developer, seperti menghadirkan efek jump scare yang intens dan suara-suara lain yang tak kalah creepy.
Hanya saja, ketika semua itu disandingkan dengan kemampuan Jacob Lee yang gak kaleng-kaleng, kok kayaknya suasana yang ada jadi lebih datar. Tetap mencekam, sih, tapi masih ada yang kurang. Setelah diselidiki, ternyata kemampuan karakter utama yang setara, bahkan lebih kuat dibandingkan lawannya, menjadi salah satu faktor game ini menuju antiklimaks.