Timberborn hadir dengan mekanisme yang unik. (dok. Mechanistry/Timberborn)
Game ini hadir dengan sesuatu yang unik dan berbeda. Hal tersebut menjadikan Timberborn sebuah game dengan mekanisme gameplay atraktif dan tidak membosankan. Status early access rupanya bisa menjadi hal yang bagus bagi pengembang dan gamer mengingat banyak game macam ini biasanya selalu mentok pada sisi gameplay yang jenuh.
Uniknya, menggerakkan dan memerintah sekelompok berang-berang bisa terasa lebih mengasyikkan jika dibandingkan dengan memerintah pekerja manusia. Dalam beberapa peta yang tersebar, ada runtuhan-runtuhan dari sisa peradaban manusia yang dulunya pernah eksis. Yup, dalam game ini, manusia diceritakan sudah punah dan dunia dikuasai spesies lain yang lebih fit.
Bagaimana dengan mekanisme pertempurannya? Well, developer sengaja untuk tidak memasukkan pertempuran atau peperangan apa pun dalam game ini. Satu-satunya musuh yang bakal kita hadapi adalah ganasnya alam, bisa berupa banjir, cuaca buruk, kekeringan, dan sebagainya. Khusus untuk kekeringan, ini merupakan situasi terburuk yang akan menyebabkan berang-berang mati secara massal.
Bangunan-bangunan kota yang dibangun juga cukup detail dan kompleks. Mayoritas memang terbuat dari kayu dan hal ini membawa penulis pada suasana alam di Eropa Abad Pertengahan. Salah satu yang patut diapresiasi lebih adalah bagaimana realistisnya lanskap atau tata ruang yang ada. Kamu akan beberapa kali membutuhkan ledakan dinamit untuk meratakan, bahkan melubangi tanah.
Oh, ya, nyaris kelupaan, hal menarik lain yang ditawarkan oleh Timberborn adalah kebebasan kita dalam membentuk map atau peta secara mandiri. Mirip seperti City: Skylines, tapi Timberborn dirasa jauh lebih menarik dan intens. Jangan lupakan sistem perdagangan karena semua wilayah yang kita bangun bisa berhubungan satu sama lain secara simultan.