ilustrasi bahagai pakai media sosial (Pexels.com/Andrea Piacquadio)
Dilansir halodoc, dopamin atau hormon yang dapat membuat bahagia bisa muncul saat menggunakan sosial media. Hal ini bisa berupa seperti jumlah follower yang meningkat atau ketika ada orang yang like atau berkomentar pada unggahan yang dibuat. Jadi, setiap kali hal ini terjadi, dopamin akan terproduksi di otak dan menganggap itu adalah aktivitas yang baik dan bisa terus untuk menggunakan sosial media.
Max Fisher, seorang reporter New York Times pada buku barunya, The Chaos Machine, menjelaskan dopamin membuat orang mengulangi kebiasaan yang terasa menyenangkan. Tapi, kalau sistem ini disalahgunakan—misalnya oleh judi, alkohol, atau media sosial—kamu bisa jadi kecanduan hal-hal yang sebenarnya merugikan karena otak tetap menganggapnya menyenangkan, seperti dikutip dari HARVARD BUSINESS REVIEW.
Dopamin juga akan paling aktif saat kamu menunggu sesuatu yang menyenangkan. Hal ini bisa dilihat saat pengguna yang terus melakukan scroll, me-refresh atau buka DM berkali-kali. Harapannya, ada ‘kejutan’ yang bikin hati senang. Nah, ketika 'kejutan' itu tidak ada? Otak akan ke-trigger buat coba lagi dan lagi.
Beberapa aspek di atas bisa membuat pengguna kecanduan dengan media sosial. Selain itu, mungkin masih ada hal lain yang secara tidak sadar bikin kamu ketergantungan dengan aplikasi bersosialisasi ini. Sang penemu sebagian dari fitur ini awalnya tidak berniat membuat penggunanya kecanduan. Awalnya, mereka hanya membuat ini agar pengguna bisa lebih dekat dengan keluarga, teman atau hal lain yang disayangi.