Selain itu, Setiaji dan tim dihadapkan pada penanganan COVID-19 lewat bidang teknologi informasi. Permasalahan utama adalah kesulitan mengumpulkan data dari daerah karena proses input sistem saat itu membutuhkan waktu yang cukup lama. Jadi, bagaimana solusinya?
"Oleh karena itu, kita buang data yang tidak terlalu penting. Kita coba menyederhanakannya hingga jika tadinya butuh 5 menit jadi setengah detik untuk input satu data, ditambah dengan integrasi ke dukcapil...
"Jadi, kita ambil dari capil nanti muncul nama, alamat, dan lain sebagainya," kata Setiaji.
Setelah data tersebut diperoleh, dirasa kurang bermanfaat jika hanya diumumkan sebagai informasi saja. Oleh karena itu, Setiaji melihat potensi PeduliLindungi, aplikasi yang awalnya ditangani oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi.
"Kita coba take-over pengolahannya dan dilakukan rebranding karena awalnya PeduliLindungi diisukan boros baterai dan mengambil lokasi via GPS. Kita coba rebranding sehingga jadilah PeduliLindungi masa kini," tuturnya.
ilustrasi aplikasi PeduliLindungi (IDN Times/NuruliaRF)
Saat ini, PeduliLindungi memiliki berbagai fitur. Bukan hanya skrining, PeduliLindungi juga memiliki electronic health alert card (eHAC) untuk keperluan traveling dan informasi vaksinasi. Selain itu, aplikasi ini juga memiliki fitur digital tracing untuk mempermudah tracing.
"Bukan hanya untuk hasil tes COVID-19 di ribuan lab, tetapi ada juga faskes untuk vaksinasi, tracing, dan telemedisin dengan kurang lebih 80 mitra yang terintegrasi dengan GoJek dan Grab. PeduliLindungi juga bekerja sama dengan KAI untuk verifikasi," Setiaji menjelaskan.
Bukan main-main, Setiaji mengatakan bahwa di angka lebih dari 93 juta, PeduliLindungi adalah aplikasi pemerintah yang paling banyak diunduh oleh masyarakat di dunia. Selain itu, PeduliLindungi juga mencatat daily active user hingga lebih dari 8 juta pengguna.
“Jika dibandingkan dengan unikorn lain, PeduliLindungi juga bisa disebut unikorn, tetapi di bidang pemerintahan," ia menambahkan.